PENGERTIAN ABRASI DAN SEDIMENTASI
a. Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga
gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak (Setiyono, 1996). Kekuatan
abrasi ditentukan oleh besar-kecilnya gelombang yang menghempas ke pantai.
Sebagaimana juga halnya erosi sungai, kekuatan daya kikis oleh gelombang
dipertajam pula oleh butiran-butiran material batuan yang terkandung bersama
gelombang yang terhempas membentur-bentur batuan. Pada pantai yang berlereng
terjal dan berbatuan cadas, gelombang mengawali kikisannya dengan membentuk notch,
lereng vertikal yang cekung (concave) ke arah daratan (lereng
menggantung, overhanging). Bentukan lereng yang cekung ini memberi
peluang kerja bagi gaya berat dari batuan di atas (overhanging), dan
menjatuhkannya ke bawah. (hallaf, 2006).
Adapun bentuk lahan yang terbentuk
karena peristiwa abrasi antara lain Notch,
Cliff , Wave-cut Platform, Sea Cave, Blow Hole, Inlet, Arch
dan Stack.
1) Notch, Cliff dan Wave-cut Platform
Cliff adalah
bentuk lereng terjal yang menyerupai dinding; yaitu bagian yang ditinggalkan
setelah suatu massa batuan longsor (landslides) oleh gaya beratnya
sendiri. Sering, suatu cliff mirip dengan bentuk escarp, tetapi escarp
dibentuk sebagai dinding patahan akibat depressi tektonik, sedangkan cliff
dibentuk oleh denudasi tektonik.
Sebelum cliff terbentuk, dimulai dengan pembentukan notch
yang merupakan hasil pekerjaan gelombang (abrasi). Notch yaitu bentuk
cekungan kaki lereng (profil) yang menghadap ke arah laut, pada zona
pasang-surut dan garis tengahnya secara horizontal memanjang sejajar dan
selevel dengan garis pantai/muka laut di saat pasang.
Ada dua tipe cliff. Tipe yang pertama bentuknya tegak
atau miring ke belakang. Cliff tipe ini biasanya karena terdiri dari batuan
yang relatif lembut, atau struktur geologisnya yang miring ke arah darat. Tipe
yang kedua adalah overhanging cliff, suatu bentuk clif yang dinding
lerengnya sangat miring atau menonjol ke arah laut. Clif tipe overhanging
terbentuk pada formasi batuan yang keras (cadas) dengan struktur (deep)
yang miring ke arah laut.
Wave-cut platform, adalah bagian dari pesisir (laut)
yang rata pada permukaan batuan dasar (beds rock) yang dibentuk oleh
pekerjaan gelombang (Hallaf, 2006).
2) Sea Cave, Blow Hole dan Inlet
Perbedaan kekerasan batuan; ada batuan yang lembut dan yang
lainnya keras, memberi perbedaan dalam kecepatan pengikisan. Bagian-bagian
batuan cadas di mana terdapat celah dan rekahan-rekahan seperti jointed, akan
lebih cepat terkikis daripada bagian yang tanpa celah atau rekahan.
Sekali gelombang sempat membuat suatu lubang, maka kekuatan
atau daya tekanan dari benturan gelombang akan semakin intensif dan efisien
terhadap lobang tersebut. Suatu lobang yang berbentuk corong yang mengarah ke
arah datangnya gelombang, akan memberi peluang terfokusnya tekanan gelombang
untuk memperhebat daya benturannya. Kondisi yang demikian akan lebih dipertajam
daya kikisnya bila di dalam gelombang itu termuat butiran-butiran material
keras. Makin luas mulut suatu gua di dinding pantai, makin banyak pula massa
air gelombang yang membentur ke dalamnya. Tekanan benturan dan pukulan
gelombang semacam ini di saat badai mampu menggetarkan (microseismic)
dan meremukkan kompleks batuan cadas di sekitarnya. Lambat laun muncratan air
menembus hingga ke permukaan tanah di atasnya (headland) dan membentuk blow
hole.
Dua macam lubang besar ini (cave dan blow hole)
diberi nama sesuai dengan posisinya. Cave atau gua laut karena posisinya
yang horizontal mengarah ke laut; sedangkan blow hole adalah lubang yang
tegak lurus, seperti dolina di daerah karst. Bentukan blow hole
dipercepat oleh, selain benturan langsung gelombang, juga oleh semprotan
(muncratan), getaran, pelapukan dari atas dan gravitasi yang menjatuhkan batuan
di atasnya. Demikian seterusnya hingga kedua lubang tersebut bukan saja
bersambungan dalam bentuk terowongan, tetapi atapnya pun runtuh seluruhnya,
disebut inlet atau terusan (Hallaf, 2006).
3)
Sea Cave, Arch
dan Stack
Demikianlah
proses suatu gua laut terbentuk hingga menembus ke dinding pantai sebelahnya
pada suatu tanjung. Terowongan gua dengan sambungan semacam jembatan alam di
atasnya pada ujung tanjung disebut arch.
Bila kelak jembatan alam (arch)
ini runtuh atau putus, maka bagian ujung tanjung yang ditinggalkan, dengan
bentuk pilar raksasa (tugu) disebut stack (Hallaf, 2006).
b. Sedimentasi
Progradasi (sedimentasi) adalah proses perkembangan
gisik, gosong atau bura ke arah laut melalui pengendapan sedimen yang dibawa
oleh hanyutan litoral (Setiyono, 1996). Bentuk-bentuk endapan yang utama dari
gelombang dan arus sepanjang pantai adalah: beach, bars, spits, tombolo,
tidal delta, dan beach ridges.
Ketika
gelombang menghempas (swash) merupakan kekuatan pukulan untuk memecahkan
batuan yang ada di pantai. Butiran-butiran halus dari pecahan batuan (material
klastis), seperti kerikil atau pasir, kemudian diangkut sepanjang pesisir (shore,
zona pasang-surut), yaitu bagian yang terkadang kering dan terkadang berair
oleh gerak pasang-surut atau oleh arus terbimbing sepanjang pesisir (long
shore currents). Proses erosi dan pemindahan bahan-bahan penyusun pantai (beach)
yang terangkut disebut beachdrift, yaitu penggeseran-penggeseran pasir
atau kerikil oleh gelombang (swash dan backwash) sampai
diendapkan dan membentuk daratan baru, misalnya, endapan punggungan pasir
memanjang yang disebut off shore bars atau spit.
Adanya
endapan seperti misalnya spit yang berbentuk memanjang di depan teluk
ataupun tombolo yang menghubungkan pulau dengan daratan utama,
menunjukkan adanya bagian laut yang tenang. Tenangnya gelombang karena
perlindungan tanjung dan merupakan medan pertemuan dua arah massa arus laut
yang saling melemahkan; yaitu arus dari kawasan laut luar yang memutar di dalam
teluk. Di bagian air yang tenang di situlah terjadi pengendapan (Hallaf, 2006).
Adapun
bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa sedimentasi antara lain:
1) Beach
Banyak bahan-bahan yang dikikis dari
tanjung-tanjung tidak terbawa keluar dan masuk ke dalam air yag lebih dalam,
tetapi dihanyutkan oleh arus pasang yang datang ke bagian head (tanjung)
dan sides (sisi) teluk sehingga terbentuk “Bay Head Beach” dan “Bay
Side Beach”. The long shore current mengalir, terutama menghindari
ketidakberaturan pantai, sehingga mengalir memotong di mulut teluk. Head
Land Beach; terbentuk kalau materi-materi itu diendapkan di muka
tanjung-tanjung (Hallaf, 2006).
2) Bars
Bar adalah gosong-gosong pasir
penghalang gelombang yang terbentuk oleh endapan dari gelombang dan arus. Bar
merupakan bagian dari beach, yang tampak pada saat air surut. Di Tomia
disebut “kénté”, orang Maluku menyebutnya “méti”. Bar
diberi nama sesuai dengan tempat terjadinya. Bay Mouth Bar ialah bar
yang terbentuk dan berpangkal dari tanjung yang satu ke tanjung yang lain di
mulut teluk. Arus yang berhasil masuk ke dalam teluk membentuk Bay Head Bar
dan Mid Bay Bar.
Cuspate Bar dan Looped Bar; adalah bar yang berbukit yang juga
dibangun oleh arus. Sebuah Cuspate Foreland menyerupai Cuspate Bar, hanya
di situ tidak mempunyai lagoon, karena semua materi-materi mengendap membentuk beach.
Off Shore Bars yang berbeda-beda di dalam jumlahnya, biasanya hanya
merupakan suatu lajur (gosong) pasir yang muncul di atas permukaan laut pada
saat laut surut. Di suatu daerah yang luas off shore bars terdiri dari
dua atau tiga mil, dipisahkan oleh bukit-bukit pantai (beach ridges) dan
bukit-bukit pasir (sand dunes).
A.K.Lobeck berpendapat bahwa material pembentuk spit
atau bar berasal dari hasil kerukan gelombang di dasar laut di depan bar
itu, dan ditambahkan juga dengan material yang terbawa dari tempat lain oleh
arus laut sepanjang pantai di mana erosi cliff aktif bekerja; dan
gelombang belum berhasil mencapai daratan di tempat di mana bar itu
terbentuk.
G.K.Gilbert telah memikirkan kejadian tersebut. Ia adalah
pendukung “Shore-drift Theory”. Tetapi de Beaumont, Davis dan Shaler
percaya bahwa material pembentuk bar diangkut dari dasar laut di depan
pantai. Johnson berkesimpulan bahwa teori Beaumont dkk dapat diikuti karena
memang ternyata bahwa permukaan bar yang mengarah ke laut lebih diperdalam.
Adalah
lumrah bila diketemukan dua atau lebih dari dua bars berkembang sejajar
dengan pantai. Bars yang lebih dalam terbentuk pertama kali oleh gelombang yang
lemah yang dapat maju lebih jauh ke arah (bagian) laut yang lebih dangkal
(Hallaf, 2006).
3) Spit
Biasanya
arus yang masuk ke dalam sebuah teluk lebih kuat daripada arus yang keluar
menuju ke laut. Akibatnya ujung spit yang pada laut terbuka (pada mulut
teluk) menjadi melengkung masuk arah ke teluk. Spit yang demikian disebut “Recurved
Spit”. Spit yang melengkung, yang
terbentuk pertama, biasanya mempunyai lengkungan yang lebih hebat daripada spit
melengkung yang terbentuk berikutnya.
Complex
Spit dihasilkan dari perkembangan spit
kecil atau spit sekunder yang menumpang pada ujung dari spit yang utama. Cape
Cod dan Sandy Hook, kedua-duanya adalah Complex Spit yang
sebaik dengan Compound-spit (Hallaf, 2006).
4) Tombolo
Tombolo ialah bar yang menghubungkan sebuah pulau dengan daratan utama. Tombolo
itu ada yang single, double, triple;
dan ada pula yang berbentuk huruf “V”, yaitu apabila pulau dihubungkan dengan
daratan oleh dua bar. Kompleks tombolo terbentuk bila beberapa pulau
dipersatukan dengan yang lain dan dengan daratan oleh sederetan bars (Hallaf,
2006).
5) Tidal Inlet dan Tidal Delta
Tidal
Inlets.
Kebanyakan off shore bars (spit) tidak mempunyai sifat yang
bersambungan, tetapi diantarai atau diselingi oleh terusan-terusan yang dikenal
sebagai “tidal inlets”. Tidal inlets ini merupakan pintu-pintu tempat
keluar dan masuknya air laut antara laut bebas dengan lagoon sesuai
dengan gerak pasang-surut. Jumlah dan tempat inlets atau teluk-teluk
dapat memberi hubungan langsung dengan long shore currents karena arus
ini adalah tetap membawa muatan material untuk membangun bars.
Dalam perkembangan lanjut (mature stage), jumlah dari
inlets atau teluk-teluk lambat laun bertambah jauh dari lokasi sumber di mana
arus memperoleh muatan material. Tidak hanya gelombang-gelombang yang kurang
keras untuk memberi arus itu dengan muatan material yang berasal dari runtuhan,
tetapi bar itu sendiri yang lebih kecil dan lebih mudah dilalui oleh gelombang
dan air pasang.
Pada kebanyakan teluk, lagoon lebih mudah ditumbuhi
rumput-rumput rawa. Kondisi ini terjadi karena keadaan yang sesuai dengan kadar
garam yang tetap dipertahankan oleh adanya hubungan langsung dengan lautan.
Lagoon-lagoon yang besar dan terpisah dari lautan (tanpa inlets), airnya tidak
dapat ditumbuhi oleh tumbuhan marine.
Tidal Deltas. Arus pasang-surut yang keluar-masuk pada tidal inlets
membawa pasir masuk ke dalam lagoon dan juga pasir ke luar laut. Arus yang
masuk itu kemudian mengendapkan material muatannya ke dalam lagoon di mulut
inlets dan membentuk delta; dan disebut “Tidal Delta”. Hampir semua bars
menahan sebuah deretan delta yang terbentuk pada sisi dari lagoon.
Bahan-bahan
yang tererosi oleh gelombang laut akan diangkut dan diendapkan pada dua bagian
kawasan. Sebagian diendapkan ke arah darat (coastal) ketika terjadi swash;
dan sebagian lainnya lagi diangkut oleh arus balikan yaitu backwash
untuk selanjutnya diteruskan oleh arus kompensasi untuk diendapkan ke
bagian dasar yang lebih dalam (Hallaf, 2006).
6) Beach Ridges
Beach
ridge (punggung
/ bukit-bukit tepi pantai) menggambarkan kedudukan yang dicapai dari majunya
garis pantai. Tekanan-tekanan atau depression yang terjadi antara bukit-bukit
atau ridges dikenal sebagai Swales, Slashes or furrows. Ridges
dan swales dapat terjadi pada sembarang pantai.
Ada tiga cara terbentuknya Beach Ridges ini, yaitu:
a) Menurut Gilbert,
bahan-bahan dari pasir yang dihanyutkan oleh arus dilemparkan oleh gelombang
dari arah laut pada sisi-sisi dari beach. Adanya bukit-bukit itu menunjukkan
adanya angin ribut yang luar biasa.
b) Menurut Beaumont dan
Davis; materi-materi itu dihanyutkan dari dasar laut, di mana dasar laut telah
diperdalam; kemudian ridges itu lebih banyak tergantung pada kekuatan
dan keaktifan gelombang.
c)
Sederetan bukit-bukit dapat terbentuk pada ujung dari sebuah Compound
recurved spit oleh tambahan dari spit yang berhasil berkembang ke samping –
arah ke laut.
Tetapi Johnson mempertahankan bahwa Beach Ridge
tidaklah selalu dapat dikorelasikan dengan individu angin badai. Beach Ridge
lebih banyak berfluktuasi dalam jumlah pasir yang dibawa oleh long shore
current; yang harus diperiksa adalah ada tidaknya erosi gelombang pada
tempat-tempat yang lain. Di mana terdapat persediaan materi yang berlimpah,
beach ridge dapat bertambah dengan cepat, terutama pada ujung Recurved spit.
Dalam 23 tahun, ada 5 (lima) ridges terbentuk pada ujung dari Rockway Beach,
dekat New York City. Ujung spit bertambah kurang lebih 200 kaki dalam setahun
(Hallaf, 2006).
Hasil proses sedimentasi di suatu tempat dengan tempat lain
akan berbeda. Berikut adalah ciri bentang lahan akibat proses pengendapan
berdasarkan tenaga pengangkutnya.
a) Pengendapan oleh air sungai
Batuan hasil pengendapan oleh air
disebut sedimen akuatis. Bentang alam hasil
pengendapan oleh air, antara lain meander, oxbow lake, tanggul alam, dan
delta.
(1) Meander
Meander, merupakan sungai yang berkelok-kelok yang
terbentuk karena adanya pengendapan. Proses
berkelok-keloknya sungai dimulai dari sungai bagian hulu. Pada bagian hulu,
volume airnya kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil. Akibatnya sungai
mulai menghindari penghalang dan mencari jalan yang paling mudah dilewati.
Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan.
Pada bagian tengah, yang wilayahnya datar maka aliran
airnya lambat, sehingga membentuk meander. Proses
meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam
maupun tepi luar. Di bagian sungai yang aliranya cepat, akan terjadi
pengikisan, sedangkan bagian tepi sungai yang lamban alirannya, akan terjadi
pengendapan. Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk
meander.
(2) Oxbow lake
Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir,
sebab pengikisan dan pengendapan terjadi secara
terus-menerus. Proses pengendapan yang terjadi secara
terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah
dari aliran sungai, sehingga terbentuk oxbow lake, atau disebut juga sungai
mati.
(3) Delta
Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau
atau laut, kecepatan alirannya menjadi lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan
sedimen oleh air sungai. Pasir akan diendapkan, sedangkan tanah liat dan lumpur
akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama, akan terbentuk
lapisan-lapisan sedimen. Akhirnya lapisan-lapisan sedimen membentuk dataran
yang luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta.
Pembentukan delta harus memenuhi beberapa syarat.
Pertama, sedimen yang dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan masuk laut
atau danau. Kedua, arus di sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga, pantai
harus dangkal. Contoh bentang alam ini adalah delta Sungai Musi, Kapuas, dan
Kali Brantas.
(4) Tanggul alam
Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat
secara cepat. Akibatnya terjadi banjir dan air meluap hingga ke tepi sungai.
Pada saat air surut, bahan-bahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan
di tepi sungai. Akibatnya, terbentuk suatu dataran di tepi sungai.
Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat
pada tepi sungai. Akibatnya tepi sungai lebih tinggi dibandingkan dataran
banjir yang terbentuk. Bentang alam itu disebut tanggul sungai. Selain itu,
juga terdapat tanggul pantai sebagai hasil dari proses pengendapan oleh laut.
Kedua tanggul tersebut merupakan tanggul alam, karena proses terbentuknya
berlangsung alami hasil pengerjaan alam
b) Pengendapan oleh air laut
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen
marine. Pengendapan oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam
hasil pengendapan oleh air laut, antara lain pesisir, spit, tombolo, dan
penghalang pantai.
Pesisir merupakan wilayah pengendapan di sepanjang
pantai. Biasanya terdiri atas material pasir. Ukuran dan komposisi material di
pantai sangat bervariasi tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin,
dan arus laut.
Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang
pantai. Jika terjadi perubahan arah, maka arus pantai akan tetap mengangkut
material material ke laut yang dalam. Ketika material masuk ke laut yang dalam,
terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material
yang ada di atas permukaan laut. Akumulasi material itu disebut spit. Jika arus
pantai terus berlanjut, spit akan semakin panjang. Kadang-kadang spit terbentuk
melewati teluk dan membetuk penghalang pantai (barrier beach). Apabila di
sekitar split terdapat pulau maka spit tersambung dengan daratan, sehingga
membentuk tombolo.
c) Pengendapan oleh angin
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen
aeolis. Bentang alam hasil pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand
dune). Gumuk pasir terjadi akibat akumulasi pasir yang cukup banyak dan
tiupan angin yang kuat. Angin mengangkut dan mengendapkan pasir di suatu tempat
secara bertahap, sehingga terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir.
d) Pengendapan oleh gletser
hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen
glacial. Bentang alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang
semula berbentuk V menjadi U. Pada saat musim semi tiba, terjadi pengikisan
oleh gletser yang meluncur menuruni lembah. Batuan atau tanah hasil
pengikisan juga menuruni lereng dan mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang
semula berbentuk V menjadi berbentuk U.
Abrasi dan sedimentasi paling banyak terjadi di daerah
pantai karna Pantai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
wilayah pesisir, Sogiarto, (1976) dalam Dahuri, (1996) menyatakan
bahwa defenisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah pertemuan
antara darat dan laut dalam artian ; ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang
masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi
di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebaban oleh
kegiatan manusia di darat seperti pembangunan, penggundulam
hutan dan pencemaran lingkungan pantai.
Pantai adalah mintakat antara tepi perairan laut pada pasang rendah sampai ke batas efektif pengaruh gelombang ke arah daratan. Sedangkan pesisir adalah mintakat yang meliputi pantai dan perluasannya ke arah darat sampai batas pengaruh laut tidak ada (Setiyono, 1996).
Geomorfologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang bentang alam yang meliputi sifat dan karakteristik dari
bentuk morfologi, klasifikasi dan perbedaannya serta proses yang berhubungan
terhadap pembentukan morfologi tersebut. Secara garis besar bentuk morfologi
permukaan bumi sekarang ini terbentuk oleh beberapa proses alamiah, antara lain
:
- Proses
yang berlangsung dari dalam bumi, yang membentuk morfologi gunungapi,
pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan undak pantai.
- Proses
disintegrasi/degradasi yang mengubah bentuk permukaan muka bumi karena
proses pelapukan dan erosi menuju proses perataan daratan.
- Proses
agradasi yang membentuk permukaan bumi baru dengan akumulasi hasil erosi
batuan pada daerah rendah, pantai dan dasar laut.
- Proses
biologi yang membentuk daratan biogenik seperti terumbu karang dan rawa gambut
(Dahuri, 1996).
Lingkungan pantai merupakan daerah
yang selalu mengalami perubahan, karena daerah tersebut menjadi tempat
bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari daratan dan lautan. Perubahan
lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga sangat cepat, tergantung
pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang,
pasang surut dan angin. Perubahan pantai terjadi apabila proses geomorfologi
yang terjadi pada suatu segmen pantai melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan
proses geomorfologi tersebut sebagai akibat dari sejumlah faktor lingkungan
seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang,
arus laut dan salinitas (Sutikno, 1993 dalam Putinella, 2002).
c. Faktor-Faktor Abrasi dan Sedimentasi
Peristiwa akresi dan abrasi dapat terjadi karena
adanya variasi kondisi oseanografi. Kondisi oseanografi fisika di kawasan
pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti
terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin. Fenomena
tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan
sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan yang berbeda-beda.
Wilayah pantai memiliki dinamika perairan yang kompleks. Proses-proses
utama yang sering terjadi meliputi sirkulasi massa air, percampuran (terutama
antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan erosi, dan upwelling. Proses tersebut terjadi
karena adanya interaksi antara berbagai komponen seperti daratan, laut, dan
atmosfir (Putinella, 2002). Adapun komponen-komponen tersebut antara lain
seperti pasang surut, gelombang, arus, angin, struktur geologi pantai,
kemiringan dan arah garis pantai.
1) Pasang Surut
Pengaruh
gaya tarik bulan dan matahari mengakibatkan air laut di sepanjang pantai
menjadi naik (air pasang) pada saat bersamaan di sepanjang pantai bagian bumi
yang lainnya mengalami penurunan muka air laut (air surut). Gaya tarik bulan
terhadap timbulnya gelombang pasang besarnya 2,5 kali lebih kuat dari pada gaya
tarik matahari karena posisi bulan jauh lebih dekat dibandingkan dengan
matahari. Ketinggian maksimum gelombang pasang terjadi di daerah khatulistiwa
beriklim tropis dan daerah sub tropis. (Mulyo, 2004).
Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik
antara dua tenaga yang terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal
yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang
berasal dari bulan. Gaya sentrifugal adalah suatu gaya yang didesak ke arah
luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan tenaga yang ditarik
ke permukaan bumi.
Gaya gravitasi juga mempengaruhi terjadinya pasang walaupun
tenaga yang ditimbulkan terhadap lautan hanya sekitar 47% dari tenaga yang
dihasilkan oleh gaya gravitasi bulan. Selain itu faktor-faktor setempat seperti
bentuk dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi
aliran air yang dapat berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang (Hutabarat dan
Evans, 1985).
Ketika kedudukan matahari, bumi, bulan satu garis lurus
(sudut 00). Gaya tarik gabungan antara matahari dan bulan
menghasilkan air pasang yang lebih besar. Pasang yang terjadi pada saat itu
biasa disebut pasang purnama atau pasang tinggi yang dinamakan spiring tide. Pada waktu bulan
seperempat dan tiga perempat, matahari dan bulan membentuk sudut 900,
sehingga gaya tarik keduanya saling melemah. Pasang yang terjadi pada saat itu
adalah pasang kecil atau pasang perbani yang dinamakan neap tide. (Rosmini, 2006).
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu
daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut.
Secara umum pasang surut di berbagai daerah dibedakan dalam empat tipe:
a)
Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), yaitu dalam satu
hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, dengan tinggi yang
hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode
pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat
di selat Malaka sampai laut Andaman.
b)
Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu dalam satu hari
terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut
adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi diperairkan selat
Karimata.
c)
Pasang surut campuran condong ke hari
ganda (mixed tide prevailing semidiurnal),
yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut,
tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di
perairan Indonesia Timur.
d)
Pasang surut campuran condong ke
hari tunggal (mixed tide prevailing
diurnal), dimana pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang
dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua
kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasang surut jenis
ini terdapat di selat Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan
sedimentasi. Wilayah pantai yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda
atau pasut surut tipe campuran condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda
dengan wilayah pantai yang hanya mengalami pasang surut harian tunggal, dimana
wilayah yang memiliki pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke
ganda mengalami proses transportasi sedimen yang lebih dinamis jika
dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal.
Selain tipe pasang surut, perbedaan lama waktu antara pasang
dan surut juga mempengaruhi peristiwa abrasi sedimentasi. Kawasan pantai yang
mengalami proses pasang yang cenderung lebih lama dari waktu surut, akan
berakibat memberikan peluang waktu yang lebih banyak bagi gelombang untuk
mengabrasi wilayah daratan.
2) Gelombang
Gelombang
laut adalah gerakan melingkar molekul-molekul air yang tampak sebagai gerakan
naik turun. Gelombang laut disebabkan oleh angin yang berhembus pada permukaan
laut yang mendesak air laut.
Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab
yang berperan besar dalam pembentukan pantai, baik pantai abrasi maupun pantai
sedimentasi. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh
terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak
yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai
energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti
menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk
ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak
berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (abrasi laut). Daya
penghancur ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan,
kedalaman laut di depan pantai, bentuk pantai, terdapat atau tidaknya
penghalang di muka pantai dan sebagainya.
Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya
terbentuk karena adanya proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau
pada saat tertentu disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat
ke segala arah membawa energi tersebut kemudian dilepaskannya ke pantai dalam
bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan
kilometer sebelum mencapai suatu pantai. Gelombang yang mendekati pantai akan
mengalami pembiasan (refraction), dan
akan memusat (covergence) jika mendekati
semenanjung, dan akan menyebar (divergence)
jika menemui cekungan. Di samping itu gelombang yang menuju perairan dangkal
akan mengalami spilling, plunging atau
surging. Semua fenomena yang dialami
gelombang tersebut pada hakekatnya disebabkan oleh topografi dasar lautnya (sea bottom topography). (Dahuri, 1996).
Tipe gelombang spilling
terjadi jika gelombang yang memiliki kemiringan kecil menuju pantai yang datar.
Pada jarak yang jauh dari pantai, gelombang tersebut mulai pecah secara
berangsur-angsur menghasilkan buih pada pada puncak gelombang dan meninggalkan
suatu lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang.
Tipe gelombang plunging
terjadi jika kemiringan gelombang dan dasar bertambah. Gelombang yang pecah
dengan puncak gelombangnya akan terjun ke depan dan energinya dihancurkan dalam
turbulensi yang mana sebagian kecil akan dipantulkan pantai ke laut dan tidak
banyak gelombang baru yang terjadi pada air yang lebih dangkal.
Tipe gelombang pecah surging
terjadi pada pantai yang memiliki kemiringan yang sangat besar, seperti pada
pantai berkarang. Tipe ini memiliki daerah gelombang pecah yang sangat sempit
dibandingkan dengan dua tipe lainnya dan sebagian besar energi yang dimiliki
dipantulkan kembali ke laut dalam dan sebelum puncak gelombang terjun ke depan,
dasar gelombangnya sudah pecah (Hutabarat dan Evans, 1985).
3) Arus
Arus
adalah gerakan air yang mengakibatkan
perpindahan horisontal massa air. Sistem-sistem arus laut utama dihasilkan oleh
beberapa daerah angin utama yang berbeda satu sama lain, mengikuti garis
lintang sekeliling dunia dan di masing-masing daerah ini angin secara terus
menerus bertiup dengan arah yang tidak berubah-ubah (Nybakken, 1988 dalam
Putinella, 2002).
Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus
laut, terutama yang mengalir sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang
lain dalam membentuk morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang
bertiup dalam selang waktu yang lama, dapat pula terjadi karena ombak yang
membentur pantai secara miring. Berbeda dengan peran ombak yang mengangkut
sedimen tegak lurus terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang
mengapung maupun yang terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan
arah pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi
spit, tombolo, beach ridge atau
akumulasi sedimen di sekitar jetty dan
tanggul pantai menunjukkan hasil kerja arus laut.
Pola arus pantai ditentukan terutama oleh besarnya
sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika
sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh
perbedaan tekanan hidrostatik. Jika sudut datang relatif kecil atau sama dengan
nol (gelombang yang datang sejajar dengan pantai), maka akan terbentuk arus
meretas pantai (rip current) dengan
arah menjauhi pantai di samping terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara
kedua jenis arus pantai ini, arus menyusur pantailah yang mempunyai pengaruh
lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai (Dahuri, 1996).
Selain faktor angin, arus juga dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu :
a)
Bentuk topografi dasar lautan dan
pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Beberapa sistem lautan utama di dunia
dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus ekuator counter
di sisi yang keempat. Batas-batas ini menghasilkan sistem aliran yaitu hampir
tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam suatu bentuk bulatan.
Dari sinilah terbentuk gyre (arus
berputar) (Hutabarat dan Evans, 1984).
b)
Efek Coriolis atau gaya Coriolis.
Gaya Coriolis adalah gaya semu yang ditimbulkan akibat efek dua gaya gerakan.
Yaitu gerakan rotasi bumi dan gerakan benda relatif terhadap permukaan bumi.
Gaya ini menyebabkan terjadinya perpindahan zat cair di belahan bumi utara di
belokkan ke kanan dan di belahan bumi selatan dibelokkan ke kiri (Kanginan,
1999)
c)
Spiral Ekman atau perpindahan Ekman
oleh V. walfrid Ekman, seorang ahli dari Swedia, pada tahun 1982 menunjukkan
secara matematis bahwa di bawah kondisi samudra yang ideal akan menghasilkan
sebuah pengurangan kecepatan arus sistematis dan sebuah perubahan pada arahnya
dalam meningkatkan kedalaman (Rosmini, 2006).
Selain ketiga faktor di atas, gerakan air yang luas dapat
diakibatkan oleh
perbedaan densitas lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda. Perbedaan
itu timbul terutama disebabkan oleh salinitas dan suhu (Hutabarat dan Evans,
1984).
4) Angin
Angin
disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari
pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang
berbeda di permukaan bumi. Keadaan ini mengakibatkan naiknya sejumlah besar
massa udara yang ditandai dengan timbulnya sifat khusus yaitu terdapatnya tekanan
udara yang tinggi dan rendah. Sebagai contoh, massa udara yang bertekanan
tinggi dibentuk di atas daerah-daerah kutub, sedangkan massa udara yang
bertekanan rendah yang kering dan panas terkumpul di daerah subtropik. Massa
udara ini tidak tetap tinggal pada tempat di mana mereka ini dibentuk, tetapi
begitu mereka melewati daerah daratan mereka akan tersesat oleh aliran angin
yang ditimbulkan dengan adanya perubahan dan variasi iklim setempat. Massa
udara yang bertekanan tinggi ini dikenal sebagai anti-cyclones ; udara yang
beredar di dalamnya berputar ke arah lawan jarum jam (anti-clockwise) pada
bagian belahan bumi sebelah Selatan, sedangkan di belahan bumi sebelah Utara
mereka berputar ke arah jarum jam (clockwise).
Massa udara yang bertekanan rendah
dinamakan cyclones. Gerakan massa
udara di dalamnya bergerak ke arah jarum jam di belahan bumi Selatan dan ke arah
lawan jarum jam di belahan bumi Utara.
Gelombang yang terjadi di laut
disebabkan oleh hembusan angin (Nontji, 1999). Faktor yang mempengaruhi
bentuk/besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin adalah: kecepatan angin, lamanya angin bertiup, kedalaman
laut, dan luasnya perairan, serta
fetch (F) yaitu jarak antara
terjadinya angin sampai lokasi gelombang tersebut.
5) Sedimen Pantai
Sedimen pantai adalah partikel-partikel yang berasal dari
hasil pembongkaran batuan-batuan dari daratan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa-sisa rangka-rangka
organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran partikel-partikel ini
sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang
terdapat pada berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat
berbeda satu sama lain. Misalnya sebagian besar dasar laut yang dalam ditutupi
oleh jenis partikel yang berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus.
Sedangkan hampir semua pantai ditutupi oleh partikel berukuran besar yang
terdiri dari sedimen kasar.
Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan
kecepatan pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya
dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera
diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan stabil.
Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam
pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah (Putinella, 2002).
Ada
beberapa klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butirnya, yaitu:
Keterangan
|
Ukuran (mm)
|
Boulders (batu kasar)
Gravel (kerikil)
Very
course sand (pasir sangat kasar)
Course sand (pasir kasar)
Medium sand (pasir setengah kasar)
Fine
sand (pasir halus)
Very
fine sand (pasir sangat halus)
Silt
(lanau, lumpur)
Clay
(lempung)
|
> 265
2 – 265
1 – 2
0,5 – 1
0,25 – 0,5
0,125 – 0,25
0,0625 – 0,125
0,0039 – 0,0625
< 0,0039
|
Berdasarkan asalnya sedimen dapat dibagi menjadi tiga bagian:
a)
Sedimen lithogeneus, jenis sedimen
ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di daratan, yang diangkut ke laut
oleh sungai-sungai.
b)
Sedimen biogenus, jenis sedimen ini
berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme hidup yang membentuk endapan
partikel-partikel halus yang dinamakan ooze
yang biasanya diendapkan pada daerah yang jauh dari pantai. Sedimen ini
digolongkan ke dalam dua tipe yaitu calcareous
dan siliceous.
c) Sedimen hidrogeneus. Jenis partikel
dari sedimen golongan ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. (Hutabarat
dan Evans, 1984).
6) Kemiringan dan Arah Garis Pantai
Pantai
bisa terbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Kemiringan dasar pantai
tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pantai lumpur mempunyai kemiringan
sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih besar yang
berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil bisa mencapai 1:4.
Pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai di mana banyak sungai yang
mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan gelombang relatif
kecil (Triatmodjo, 1999).
Arah garis pantai dapat mempengaruhi energi gelombang dan
kecepatan arus susur pantai. Ketika arah datang gelombang tegak lurus dengan
arah garis pantai, maka energi gelombang yang bekerja dapat lebih maksimal
dalam melakukan proses abrasi. Sedangkan untuk arus susur pantai, kecepatannya
akan melemah ketika arah datangnya hampir tegak lurus dengan arah garis pantai.
Abrasi pantai yang
bersifat alamiah adalah proses penggerusan pantai akibat dari hempasan
gelombang dan badai dalam jangka waktu lama sehingga menyebabkan
perubahan garis pantai menuju ke arah daratan. Selain itu, abrasi pantai dapat
pula disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu penggalian bahan tambang terutama
pasir pantai. Aktifitas ini dapat menyebabkan perubahan garis pantai ke arah
daratan secara
cepat. Dampak yang ditimbulkan dari abrasi tersebut dari aspek strategis
adalah perubahan luas wilayah di suatu kawasan, sedangkan jika dilihat dari
aspek lingkungan akan menyebabkan hilangnya habitat dari suatu ekosistem.
Teknologi pemodelan dapat
memprediksi pola perubahan garis pantai yang disebabkan oelh proses-proses
abrasi pantai secara
alamiah yang disebabkan oleh pengaruh gelombang dan badai. Model tersebut dapat
mensimulasikan proses abrasi pantai dalam jangka waktu yang panjang (tahunan).
Energi dari hempasan gelombang atau badai lambat laun akan
mengakibatkan penggerusan pasir dan sedimentasi. Proses penggerusan pantai akan
membutuhkan kesetimbangan sehingga disuatu tempat akan menerima sedimen dari
tempat yang tergerus.
Pemodelan yang digunakan adalah
modul hidrodinamika untuk mengkaji kondisi sirkulasi arus dan beberapa
alternatif modul gelombang seperti Gelombang Spektral, Gelombang Spektral di
Perairan Dangkal, Parabolic Mild Slope, Elliptic Mild Slope, Refraksi-difraksi
Gelombang dan Gelombang Boussinesq digunakan untuk mensimulasikan parameter
gelombang yang berkaitan dengan energi gelombang. Modul sedimen seperti modul
Pergerakan Sedimen Dasar, Sedimen Kolom Air dan Pergerakan Partikel
digunakan untuk mengetahui pola penyebaran sedimen dari penggerusan sedimen
(pasir) hasil abrasi. Perubahan jangka panjang dari garis pantai disimulasikan
dengan menggunakan modul Morphologi Pantai dan Proses Litoral dan Dinamika
Garis Pantai. Data-data hasil simulasi yang menggambarkan proses abrasi
tersebut diintegrasikan dengan data spatial pendukung lainnya dengan menggukan
modul GIS Kelautan untuk menghasilkan peta-peta hasil simulasi.
Mangrove Penyelamat
Kawasan Pesisir
Pernahkah anda
suatu ketika berkunjung ke daerah pesisir dan melihat fenomena abrasi ataupun
erosi pantai di daerah tersebut? Atau anda yang tinggal di daerah pesisir
seperti kota Semarang yang mengalami banjir rob secara periodik ? Abrasi, erosi
pantai, banir rob , pendangkalan muara sungai merupakan beberapa akibat yang
timbul karena rusaknya daerah pendukung daya tahan tanah pesisir seperti
ekosistem mangrove. Rusaknya hutan mangrove secara langsung akan
melemahkan daya dukung tanah dan lemahnya perlindungan pada pantai dan daerah
pesisir.
b. erosi pantai
Ekosistem mangrove
atau hutan bakau merupakan vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan
sekitar muara sungai yang secara teratur digenangi oleh air laut yang
dipengaruhi pasang surut. Mangrove tidak dapat tumbuh di pantai yang terjal,
berombak besar atau yang mempunyai pasang surut tinggi dan berarus deras.
Hutan mangrove merupakan habitat alami sebagai tampat asuhan, mencari
makan, memijah dan berlindung para biota perairan.
Mangrove
berfungsi sebagai pelindung pantai. Pohon yang kuat sebagai peredam ombak dan
mempercepat pengendapan lumpur sehingga dapat menahan abrasi, pelundung
pemukiman dan mengendalikan banjir. Hal ini terbukti saat tsunami yang
menghantam Aceh dan pantai Pangandaran lalu. Daerah yang ditanami
mangrove kerusakan nya relatif kecil dibandingkan dengan yang tidak ditanami
mangrove. Mangrove juga menyerap bahan pencemar gas kendaraan dan industri
perkotaan. Untuk fungsi secara ekonomis, hutan mangrove sekaligus merupakan
kawasan wisata yang menarik di daerah pesisir. Selain itu sumber produksi kayu
mangrove dapat digunakan sebagai bahan penyamak, bahan baku pulp dan bahan
bangunan. Bahkan inovasi terbaru yang sudah dikembangkan oleh teman teman
mahasiswa beserta petani mangrove yaitu sirup mangrove yang berkhasiat bagi
kesehatan dan juga batik yang bahan nya berasal dari mangrove.
Indonesia yang
merupakan Negara kepulauan memiliki lebih dari 3700 pulau dan mempunyai wilayah
pantai sepanjang 80.000 km seharusnya mempunyai kawasan hutan mangrove yang
memadai untuk melindungi kawasan pantai sepanjang itu. Tetapi dari sumber data
yang diperoleh, hutan mangrove di daerah Jawa Timur seluas 85.000 Ha saja sudah
mengalami kerusakan sebanyak 13.000 Ha akibat tekanan karena fungsi kepentingan
di wilayah pesisir. Belum lagi kerusakan hutan mangrove yang berada di daerah
lain. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat fungsi penting hutan
mangrove bagi kawasan pesisir . Untuk itu diperlukan usaha bersama untuk
konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove.
Pelaksanaan
konservasi dan rehabilitasi mangrove di lapangan mulai dari penanaman,
pemeliharaan dan pengawasan harus melibatkan kelompok kelompok masyarakat pengelola
dan pelestari mangrove di wilayah setempat. Hal ini sekaligus sebagai
sosialisasi dan penyuluhan dengan meningkatkan wawasan dan kesadaran masyarakat
pesisir dan membentuk rasa memiliki /sense belonging masyarakat akan
hutan mangrove.
Saya masih ingat
beberapa bulan yang lalu bersama teman teman kampus ikut berpartisipasi dalam
program penanaman mangrove dan artificial reef di daerah Surabaya dan Situbondo
. Program tersebut tidak hanya diikuti oleh kalangan mahasiswa saja,
tetapi petani mangrove dan masyarakat sekitar juga turut berpartisipasi. Petani
mangrove dan masyarakat sekitar itulah yang nantinya kedepan akan menjaga
kelangsungan dan kelestarian hutan mangrove. Program sosialisasi dan penanaman
seperti inilah yang perlu banyak dilakukan nantinya, sehingga diharapkan
terwujudnya kondisi ekosistem mangrove yang optimal, lestari dan bermanfaat
memberikan fungsi sebagai ‘green belt’ bagi kawasan pesisir, penyedia energi
dan nutrisi bagi biota perairan, serta memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak
lingkungan.
Bencana dan
kerusakan alam itu tidak datang secara kebetulan. Kita juga tidak bisa begitu
saja menyalahkan efek dari global warming yang secara tidak langsung
menyebabkan kerusakan tersebut karena sebenarnya kita sendirilah yang
secara tidak sadar telah merusak alam. Pencemaran lingkungan akibat limbah
kawasan industri, membuang sampah di sungai yang menyebabkan pendangkalan,
pembangunan yang tidak memperhatikan AMDAL dan lain lain akan berakibat datangnya
bencana yang tinggal menunggu waktu. Untuk itu marilah kita sekecil mungkin
memberi perhatian kita pada lingkungan demi generasi masa depan yang lebih baik
dan lestari.
Peta Indeks Risiko Bencana Gelombang Pasang/Abrasi di Indonesia
Detail:
Jenis Peta
|
:
|
Peta Ancaman Bencana
|
Sumber
|
:
|
Posko BNPB
|
Tanggal
Pembuatan
|
:
|
10 Februari
2009
|
Format/Ukuran
File
|
:
|
PDF/2,77
MB
|
Deskripsi
|
:
|
Peta
menunjukkan tingkat risiko gelombang pasang/abrasi sampai dengan wilayah
kabupaten di Indonesia
|
Mitigasi Abrasi sebagai Upaya
Minimalisir Resiko Bencana Daerah Pesisir
Daerah
pesisir merupakan daerah yang memiliki segudang potensi dan juga masalah. Seringkali
potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena adanya masalah
yang tidak dapat diselesaikan. Masalah yang terjadi bisa berupa masalah
politik, sosial, tata ruang, lingkungan, sampai pada masalah teknis.
Perencanaan daerah pesisir merupakan salah satu hal yang harus dipikirkan oleh
pemerintah karena Indonesia sebagai negara maritim memiliki lautan yang cukup
luas.
Masalah
yang terjadi di daerah pesisir sangat kompleks dan saling berkaitan sehingga
pengelolaan resiko bencana ini tidak dapat dilakukan secara parsial tapi harus
secara komprehensif. Masalah yang sering menjadi perhatian pada kawasan pesisir
adalah masalah abrasi. Dampak negatif abrasi yang dapat terlihat adalah
terkikisnya pantai dan dampak yang tidak dapt terlihat contohnya adalah intrusi
air laut. Intrusi air laut ini dapat menyebabakan penurunan jumlah air tanah.
Resiko
abrasi merupakan dampak merugikan yang terjadi akibat adanya abrasi. Resiko
yang paling nyata adalah semakin berkurangnya luas daratan atau pulau yang
terkena abrasi. Setiap tahun garis pantai semakin mundur karena adanya abrasi.
Resiko abrasi dipengaruhi oleh hazard, vulnerability dan capacity. Hazard
merupakan kondisi yang mengancam dan dapat menimbulkan kerugian baik material
maupun non material, dalam hal ini hazard yang dihadapi oleh kawasan pesisir
ini adalah abrasi. Vulnerability merupakan kondisi dimana sebuah komunitas
rentan terkena bencana abrasi. Capacity merupakan kemampuan daerah pesisir
untuk beradaptasi dalam menghadapi bahaya abrasi.
upaya
untuk meminimalisir resiko abrasi. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
memperkecil hazard dan vulnerability atau dengan meningkatkan capacity daerah
pesisir. Hazard dari resiko abrasi sangat susah untuk diperkecil, sementara
vulnerability juga tidak mudah diterapkan di Indonesia. Memperkecil nilai
vulnerability ini dilakukan dengan membatasi atau melarang komunitas untuk
beraktivitas dan tinggal di pesisir. Hal tersebut sangat susah dilakukan karena
akan menimbulkan berbagai macam masalah terutama konflik sosial. Memperbesar
nilai capacity merupakan solusi yang paling realistis untuk mengurangi resiko
abrasi di pesisir.
Peningkatan
capacity daerah pesisir untuk mengurangi resiko abrasi harus dilakukan secara
komprehensif dan terdapat konsesi yang kuat antara semua pihak yang
berkepentingan. Tanpa adanya itu, peningkatan capacity tidak dapat dilakukan
dengan baik. Cara peningkatan capacity ini dapat dilakukan dengan adaptasi,
mitigasi, dan inovasi sehingga tercipta daerah pesisir yang tangguh. Dari ketiga
cara tersebut, mitigasi merupakan upaya yang dapat kita kembangkan dan terapkan
rekayasanya.
Mitigasi
abrasi di daerah pesisir ini akan dapat meningkatkan capacity dan mengurangi
resiko abrasi sehingga akan tercipta daerah pesisir yang tangguh. Beberapa mitigasi
yang dapat dilakukan antara lain membuat pemecah gelombang dan tanggul di
sepanjang pantai, membuat hutan bakau, membuat rencana tata ruang detail untuk
daerah pesisir dan beberapa cara lain.
Membuat
rencana detail tata ruang daerah pesisir sangat penting untuk mengatur
penggunaan lahan, pengelolaan potensi masalah di daerah pesisir dan mengarahkan
pembangunan daerah pesisir. Rencana detail tata ruang ini digunakan untuk
membuat zoning kawasan lindung dan budidaya. Setiap persil seharusnya ditentukan
guna lahan, KDB, KLB, jumlah lantai agar pembangunan daerah pesisir dapat
terarah.
Dalam
rencana detail ini juga berisi di mana akan dibangun pemecah gelombang dan
tanggul karena pemecah gelombang ini dapat menghambat perjalanan ombak ke
pantai. Ombak akan terpecah saat melewati pemecah gelombang sehingga ombak yang
mencapai bibir pantai memiliki kekuatan yang lebih kecil. Selain pemecah
gelombang pembangunan tanggul di sepanjang pantai juga akan mengurangi resiko
abrasi. Tanggul dapat menahan air laut sehingga air laut tidak dapat masuk ke
pemukiman penduduk dan memperkuat daya tahan pinggir pantai. Selain itu dalam
rencana detail tata ruang hutan bakau seharusnya menjadi kewajiban untuk semua
daerah pesisir di Indonesia. Tanaman bakau dapat mengurangi resiko abrasi dan
dapat mengurangi resiko intrusi air laut.
Dalam rencana detail dirumuskan pembangunan fisik dan pembangunan sosial ekonominya. Bagaimana pembangunan sosial ekonomi penduduk pesisir akan menetukan keberhasilan pembangunan fisik daerah pesisir tersebut. Pembangunan sosial selain bertujuan membuat keadaan sosial yang lebih manusiawi juga dibutuhkan agar penduduk pesisir dapat mengelola upaya mitigasi terhadap abrasi.
Dalam rencana detail dirumuskan pembangunan fisik dan pembangunan sosial ekonominya. Bagaimana pembangunan sosial ekonomi penduduk pesisir akan menetukan keberhasilan pembangunan fisik daerah pesisir tersebut. Pembangunan sosial selain bertujuan membuat keadaan sosial yang lebih manusiawi juga dibutuhkan agar penduduk pesisir dapat mengelola upaya mitigasi terhadap abrasi.
Pembuatan
rencana detail tata ruang daerah pesisir sendiri tidak bisa dilakukan secara
sembarangan dan sepihak oleh pemerintah saja atau oleh mesyarakat saja. Rencana
detail tata ruang ini harus dibuat bersama – sama oleh semua pihak yang
memiliki kepentingan agar rencana tersebut dapat memberi manfaat untuk semua
pihak. Terlebih lagi pembuatan rencana yang disetujui oleh semua pihak akan
mudah direalisasikan. Rencana detail tata ruang yang benar dan
diimplementasikan secara optimal akan dapat meningkatkan kapasitas daerah
pesisir dan mengurangi resiko abrasi sehingga daerah pesisir menjadi daraeh
yang tangguh.
Pengelolaan
bencana di daerah pesisir harus dilakukan secara komprehensif sehingga dapat
memberi manfaat dalam jangka panjang. Pembangunan daerah pesisir harus
melibatkan seluruh pihak yang terkait sehingga rencana pembangunan daerah
pesisir dapat diimplementasikan secara optimal. Pengurangan resiko abrasi akan
membuat daerah pesisir yang tangguh dan pada akhirnya akan berujung pada
keberlanjutan kehidupa daerah pesisir.
MITIGASI
BENCANA SEDIMEN
Konsep Mitigasi
Bencana Sedimen
Mitigasi bencana adalah istilah yang
digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu
bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan
tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Dalam Undang-undang RI
No.24 tahun 2007 menyebutkan bahwa mitigasi bencana adalah serangkaian upaya
untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi bencana mencakup baik
perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko
yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang
sudah diketahui, dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap
bencana-bencana yang benar-benar terjadi (Coburn et al., 1994).
Konsep mitigasi bencana
adalah bahwa seorang yang bijaksana tidak akan mendekati daerah bahaya dan
mengevakuasi diri dari bahaya. Konsep ini memiliki arti yang sangat penting
dalam rangka mencengah ataupun mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi.
Tidak bermukim pada daerah yang rawan longsor adalah salah satu bentuk
mengimplementasi dari konsep ini, yakni tidak mendekati daerah berbahaya.
Ada empat hal penting
dalam mitigasi bencana, yaitu :1) tersedia informasi dan peta kawasan rawan
bencana untuktiap jenis bencana; 2) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman
dan
kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana,
karena bermukim di daerah rawan bencana; 3) mengetahui apa yang perlu dilakukan
dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
4) pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana.
Strategi Mitigasi
Bencana Sedimen
Beberapa strategi dalam mitigasi bencana dapat
dilaksanakan sebagai suatu kebijakan sebagai
berikut:
v
Pemetaan
Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah
melakukan pemetaan daerah rawan bencana.
Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan
peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut sangat bergunabagi pengambil keputusan
terutama dalam antisipasi kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai
saatini penggunaan peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena
beberapa hal, diantaranya adalah : 1) Belum seluruh wilayah di Indonesia telah
dipetakan, 2) Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik, 3) Peta
bencana belum terintegrasi, 4) Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang
berbeda beda sehingga menyulitkan dalam prosesintegrasinya.
v
Pemantauan
Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini,
maka dapat dilakukan antisipasi jika
sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan
mudah melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis secara
jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan rawan bencana.
v
Penyebaran informasi
Penyebaran informasi dilakukan antara laindengan
cara: memberikan poster dan leaflet
kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Provinsi seluruhIndonesia yang rawan bencana, tentang tata
cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Memberikan informasi ke media
cetak dan elektronik tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran
informasi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di
suatu kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah dalam hal penyebaran
informasi diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.
v
Sosialisasi dan
Penyuluhan
Sosialisasi dan
penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada SATKOR-LAK PB, SATLAK PB,
danmasyarakat bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi
bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal penting yang perlu diketahui masyarakat
dan pemerintah daerah ialah mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah
bencana, apa yang perlu dilakukandan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan
mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.
v
Pelatihan/Pendidikan
Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian
dan penyelamatan jika terjadi bencana.
Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi
daripetugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB,SATLAK PB dan masyarakat
sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana. Dengan pelatihan
ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapibencana akan terbentuk.
v
Peringatan Dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan
tingkat kegiatan hasil pengamatan
secara kontinyu disuatu
daerah rawan dengan tujuan agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna
mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut
disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan
memberikan kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri dari bencana.
Peringatan dini secara teknis dapat lakukan antara lain dengan pengalihan jalur
jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi.
Sedangkan tindakan yang dapat dilakukan
selama dan sesudah kejadian bencana sedimen antara lain:
Ø
Tanggap darurat:
yang dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan
korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain: kondisi medan, kondisi bencana, peralatan dan
informasi bencana.
Ø
Rehabilitasi:
upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan
sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan sedimen terkait
bencana dan teknik pengendaliannya supaya sedimen terkait bencana tidak
berkembang. Penentuan relokasi korban perlu ditetapkan jika bencana sedimen
sulit dikendalikan.
Ø
Rekonstruksi:
penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan bencana sedimen tidak
menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh
sedimen seperti tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang
dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
Langkah
Pengendalian Bencana Sedimen
Dalam kasus bencana sedimen, sangat sulit untuk
melakukan tindakan secara menyeluruh
terhadap pengendalian
disetiap lokasi yang rawan. Ini di sebabkan karenalokasi kejadian hampir tak
terhitung jumlahnya. Oleh karena itu, penting untuk mengurangi kerusakan dengan
mendirikan peringatan yang efektif dan sistem evakuasi, yang mencakup jangkauan
wilayah bahaya, prediksi fenomena berbahaya yang mengarah kebencana, dan
penunjukan wilayah bahaya bencana sedimen. Sebenarnya, banyak kasus telah
dilaporkan di mana orang tidak terkena dalam bencana sedimen karena mereka
dievakuasi tepat pada waktunya dengan mendeteksi tanda-tanda bencana dengan
cepat. Inijelas menunjukkan bahwa masyarakat setempat memiliki pengetahuan
tentang potensi bencana di daerah mereka.
Sebelum zaman modern,
beberapa orang tinggal di daerah rentan terhadap bencana sedimen. Mereka
menurunkan pengalaman bencana dari generasi kegenerasi sebagai sejarah daerah
mereka. Namun, dengan peningkatan jumlah penduduk dan perluasan lahan pertanian
setelah memasuki zaman modern,penduduk yang tinggal di daerah berbahaya telah
meningkat pesat. Masyarakat yang tinggal di daerahyang baru dikembangkan
seringkali tidak memiliki pengetahuan tentang bencana sedimen.
Ada dua pendekatan
untuk mengendalikan bencana sedimen yaitu dengan pendekatan struktur dan non
struktur. Pendekatan dengan stuktur dapat dilakukan dengan cara membangun
bangunan pengendali sedimen. Sedangkan pendekatan dengan non struktur dapat
dilakukan mempertimbangkan metode seperti: (i) pengembangan sistem peringatan
dan evakuasi (ii) membatasi penggunaan lahan pada daerah beresiko bencana
sedimen (iii) mempersiapkan peta bahaya bencana dengan melibatkan masyarakat.
Mencegah terjadinya
bencana dengan pengendalian faktor mekanis dan faktor pendorong dengan
pendekatan struktur merupakan pendekatan yang paling dasar untuk pencegahan
bencana. Pendekatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk
merealisasikannya. Harus dipahami bahwa bencana kadang-kadang menyerang kita di
luar kemampuan dan prediksi kita. Oleh karena bencana kadang sangatsulit untuk
mengidentifikasi lokasi dan waktu kejadian sebelumnya. Pencegahan sempurna dari
bencana sedimen hampir mustahil dilakukan meskipun dengan perkembangan
teknologi yang maju saat ini, dengan demikian secara bersama upayayang terus
menerus untukmencegah terjadinyabencana sedimen. Aspek lain yang penting
menjadi fokus adalah untuk mencegah dampak lebih besar kerusakan jika bencana
terjadi dan hal ini dapat dilakukan dengan sistem evakuasi yang efektif.
1
Pendekatan struktur terhadap aliran debris
Sebagai metodeuntuk
pengendalian aliran debris, ada tiga metode yang dipertimbangkan: (i) mencegah
gerakan aliran debris yang akan mulai bergerak, (ii) mencegah gerakan aliran
debris yang sudah mulai bergerak, (iii) mengendalikan energi dari gerakan
aliran debris. Tindakan pengendalian
terhadap aliran debris harus ditentukan dengan
mempertimbangkan kondisi topografi, subjek konservasi,penyebab aliran debris,
daerah kejadian, daerah yang dialiri dan daerah sedimentasi.
2Pendekatan struktur
terhadap pencegahan kegagalan lereng
Secara
umum, pencegahan bencana
terkait kegagalan lereng
dengan menggunakan
pendekatan struktural
diklasifikasikan menjadi dua jenis pekerjaan yaitu: pekerjaan pengawasan dan
pekerjaan pengendalian. Pekerjaan pengawasan digunakan untuk mengurangi
faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan lereng, sedangkan pekerjaan
pengendalian dimaksudkan untuk mencegah kegagalan lereng dengan instalasi
struktur.
4.
PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DAN
EVAKUASI
Sistem peringatan (warning
system) merupakan serangkaian sistem untuk memberitahukan akan timbulnya
kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya. Peringatan
dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan informasi
dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Kesigapan dan kecepatan
reaksi masyarakat diperlukan karena waktu yang sempit dari saat dikeluarkannya
informasi dengan saat (dugaan) datangnya bencana. Kondisi kritis, waktu sempit,
bencana besar dan penyelamatan penduduk merupakan faktor-faktor yang
membutuhkan peringatan dini. Semakin dini informasi yang disampaikan, semakin
longgar waktu bagi penduduk untuk meresponnya.
Keluarnya informasi tentang kondisi
bahaya merupakan muara dari suatu alur proses analisis data mentah tentang
sumber bencana dan sintesis dari berbagai pertimbangan. Ketepatan informasi
hanya dapat dicapai apabila kualitas analisis menuju pada keluarnya informasi
mempunyai ketepatan yang tinggi. Dengan demikian dalam hal ini terdapat dua
bagian utama dalam peringatan dini yaitu bagian hulu yang berupa usaha-usaha
untuk mengemas data menjadi informasi yang tepat dan bagian hilir berupa usaha
agar infomasi cepat sampai di masyarakat.
Bagi masyarakat
Indonesia, sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana sangatlah penting,
mengingat secara geologis dan klimatologis wilayah Indonesia termasuk daerah
rawan bencana alam. Dengan ini diharapkan akan dapat dikembangkan upaya-upaya
yang tepat untuk mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya dampak
bencana alam bagi masyarakat. Keterlambatan dalam menangani bencana dapat
menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi masyarakat. Dalam siklus manajemen
penanggulangan bencana, sistem peringatan dini bencana alam mutlak sangat
diperlukan dalam tahap kesiagaan, sistem peringatan dini untuk setiap jenis
data, metode pendekatan maupun instrumentasinya. Tujuan akhir dari peringatan
dini ini adalah masyarakat dapat tinggal dan beraktivitas dengan aman pada
suatu daerah serta tertatanya suatu kawasan. Untuk mencapai tujuan akhir
tersebut maka sebelumnya perlu dicapai beberapa hal sebagai berikut; (a)
diketahuinya daerah-daerah rawan bencana di Indonesia, (b) meningkatkan
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik (practice)
dari masyarakat dan aparat terhadap fenomena bencana, gejala-gejala awal dan
mitigasinya, (c) tertatanya suatu kawasan dengan mempertimbangkan potensi
bencana, (d) secara umum perlu pemahaman terhadap sumber bencana.
Evakuasi adalah
perpindahan langsung dan cepat bagi orang-orang untuk menjauh dari ancaman atau
kejadian yang membahayakan. Evakuasi merupakan bagian dari
manajemenbencana.Rencana evakuasi dikembangkan untuk memastikan waktu evakuasi
yang paling aman dan efisien bagi penduduk dari ancaman suatu bangunan, kota,
atau wilayah. Urutan evakuasi dapat dibagi ke dalam tahap-tahap berikut:
v
deteksi
v
keputusan
v
alarm
v
reaksi
4.1
Aplikasi Ambang Batas Curah Hujan
untuk Peringatan Dini
Penggunaan sistem
peringatan berbasis ambang batas curah hujan telah banyak digunakan
pada berbagai tipe
bencana di dunia. Secara umum, ada dua jenis ambang batas curah hujan yaitu;
ambang batas empiris (emperical thresholds) dan ambang batas fisik (physical
thresholds). Ambang batas empiris adalah nilai relasional berdasarkan
analisis statistik hubungan antara kejadian hujan dan tanah longsor, aliran
debris atau kegagalan lereng,sedangkan ambang batas fisik biasanya digambarkan
dengan bantuan model hidrologi dan stabilitas yang mempertimbangkan parameter
seperti hubungan antara curah hujan dan tekanan air-pori, infiltrasi, morfologi
lereng dan struktur batuan dasar.
Sistem peringatan berbasis ambang batas
empiris menggunakan komponen terkait dengan prakiraan curah hujan, real-time
pengamatan curah hujan dan ambang batas curah hujan dengan tanah longsor atau
aliran debris. Sistem peringatan ini pertama kali dikembangkan oleh USGS di San
Francisco (Keefer et al., 1987; Wilson dan Wieczorek,
1995). Sistem peringatan ini didasarkan pada perkiraan kuantitatifcurah hujan
(6 jam curah hujan mendatang) dari kantor pelayanan cuaca nasional dalam sebuah
sistem jaringan alat pengukur curah hujan real-time lebih dari 40 buah
secara terus menerus dan ambang batas curah hujan yang menginisiasi tanah
longsor (Cannon dan Ellen, 1985).
Sistem serupa juga
dikembangkan di Hong Kong (Brand et al., 1984.), Italia (Sirangelo
dan Braca, 2001), Jepang (Onodera et al., 1974), Selandia Baru
(Crozier, 1999), Afrika Selatan (Gardland dan Olivier, 1993) dan
Virginia (Wieczorek dan Guzzetti, 1999). Di Hong Kong telah
menerapkan sistem komputer secara otomatis untuk sistem peringatan tanah
longsor dan ini merupakan sistem yang pertama kali di dunia untuk pendugaan
tanah longsor (Premchitt, 1997). Sistem peringatan tanah longsor ini
berdasarkan perkiraan curah hujan jangka pendek dan sistem ini dilengkapi alat
pengukur curah hujan sebanyak 86 buah. Peringatan akan tanah longsor umumnya
dikeluarkan jika dalam 24 jam hujan diperkirakan akan melebihi 175 mm atau
dalam satu jam curah hujan diperkirakan akan melebihi 70 mm. Dalam situasi
seperti ini radio lokal dan stasiun televisi diminta untuk menyiarkan
peringatan kepada publik secara berkala.
Ketika mengidentifikasi ambang batas
peringatan maka adalah penting untuk mempertimbangkan dua hal pokok yaitu
kecenderungan untuk memicu ambang batas dan masalah logistik yangbisa terjadi
selama prosedur darurat evakuasi. Misalnya, batasan peringatan dapat
didefinisikan
sebagaikurva yang sejajar dengan ambang memicu(kurva A pada Gambar 7), atau
kurva yang ditetapkan sebagai waktu kritis “∆tc” (yaitu waktu
minimum yang diperlukan untuk mengevakuasi penduduk dari bahaya), bersifat
konstan tidak terpengaruh dari jalur hujan dari curah hujan kritis, ∆tc1=
∆tc2 (kurva B pada Gambar18). Sedangkan diagram alir proses
pengeluaran peringatan dini terhadap tanah longsor dapat dilihat pada
Ambang Batas
Curah Hujan untuk tanah longsor di Sulawesi Selatan
Suatu penelitian
dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan tentang ambang batas curah hujan
terhadap tanah longsor khususnya tanah longsor dangkal. Penelitian ini
menunjukkan bahwa durasi hujan pendek dengan intensitas curah hujan tinggi
memicu tanah longsor dangkal di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini
menunjukkan pula bahwa intensitas curah hujan di atas 50 mm/jam dapat
menyebabkan tanah longsor dangkal yang dapat mengakibatkan kerusakan harta
benda dan kehilangan jiwa manusia (Gambar 9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar