BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Geomorfologi ( geomorphology ) adalah ilmu tentang roman muka bumi beserta
aspek-aspek yang mempengaruhinya. Geomorfologi bisa juga merupakan salah satu bagian dari geografi. Di mana geomorfologi
yang merupakan cabang dari ilmu geografi,
mempelajari tentang bentuk muka bumi, yang meliputi pandangan luas sebagai
cakupan satu kenampakan sebagai bentang alam (landscape) sampai pada satuan
terkecil sebagai bentuk lahan (landform) (2012).
Hubungan geomorfologi dengan
kehidupan manusia adalah dengan adanya pegunungan-pegunungan,
lembah, bukit, baik yang ada didarat maupun di dasar laut.Dan juga dengan adanya bencana alam seperti gunung
berapi, gempa bumi, tanah longsor dan sebagainya yang berhubungan dengan
lahan yang ada di bumi yang juga mendorong
manusia untuk melakukan pengamatan dan mempelajari bentuk-bentuk geomorfologi yang ada di bumi. Baik yang dapat
berpotensi berbahaya maupun aman. Sehingga dilakukan pengamatan dan identifikasi bentuk
lahan (2012).
Istilah bentang lahan berasal dari kata landscape
(Inggris) atau landscap (Belanda) atau landschaft (Jerman), yang secara
umum berarti pemandangan. Arti pemandangan mengandung dua aspek, yaitu aspek
visual dan aspek estetika pada suatu lingkungan tertentu (Zonneveld, 1979 dalam Tim Fakultas Geografi
UGM,1996. Untuk mengadakan
analisis bentanglahan diperlukan suatu unit analisis yang lebih rinci. Dengan
mengacu pada definisi bentang lahan tersebut. maka dapat dimengerti, bahwa unit
analisis yang sesuai adalah unit bentuk lahan. Oleh karena itu, untuk
menganalisis dan mengklasifikasi bentang
lahan selalu mendasarkan pada kerangkakerja bentuklahan.
Berdasarkan pengertian
bentanglahan seperti di atas, maka dapat diketahui,
bahwa ada delapan anasir bentanglahan. Kedelapan anasir bentanglahan itu adalah
udara, tanah, air, batuan, bentuklahan, flora, fauna, dan manusia (2012).
Bentuk lahan adalah bagian dari
permukaan bumi yang memiliki bentuk topografis khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam
dan struktur geologis pada material batuan dalam
ruang dan waktu kronologis tertentu. Bentuk lahan terdiri dari sistem Pegunungan, Perbukitan, Vulkanik, Karst,
Alluvial, Dataran sampai Marine terbentuk oleh pengaruh batuan penyusunnya yang
ada di bawah lapisan permukaan bumi. Pada makalah ini akan dijelaskan
kembali apa yang dimaksud dengan bentang lahan yang terbentuk berasal
dari proses pelarutan (2012).
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan bentuk
lahan dan apa saja jenis-jenisnya ?
2. Apa yang dimaksud dengan bentuklahan
antropogenik/antrophosper?
3. Aktivitas apa saja yang menyebabkan bentuklahan antropogenik/
antrophosper?
4. Apa saja contoh-contoh bentuklahan tersebut?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan bentuklahan dan jenis-jenisnya
2.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan bentuklahan antropogenik/ antrophosper beserta
contoh-contohnya
3.
Mengetahui apa
saja aktivitas manusia yang menyebabkan terbentuknya lahan antropogenik/ antrophosper.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk Lahan
Menurut Strahler (1983), bentuk lahan adalah konfigurasi permukaan lahan
yang dihasilkan oleh proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa
bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil
interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan
permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief khas karena
pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja
pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan
dicirikan oleh adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi,
relief/topografi dan material penyusun (Zmit, 2013).
Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul (genesa) dari
bentuklahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau
pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan
titik terendah dan kemiringan lereng. Relief atau kesan topografi memberikan
informasi tentang konfigurasi permukaan bentuklahan yang ditentukan oleh
keadaan morfometriknya. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik
batuan serta mineral penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan
bentuklahan (Zmit, 2013).
Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan
berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses,
yaitu:
- Bentuklahan asal proses
volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut
gunungapi, madan lava, kawah, dan kaldera.
- Bentuklahan asal proses
struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan
patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan
asal struktural.
- Bentuklahan asal fluvial (F),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas
sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam
merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
- Bentuklahan asal proses
solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping
dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst,
dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.
- Bentuklahan asal proses
denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi
akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan
bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan
lahan rusak.
- Bentuklahan asal proses eolin
(E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir
barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
- Bentuklahan asal proses marine
(M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan
bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo,
laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat
dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang
terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini
disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.
- Bentuklahan asal glasial (G),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses
gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah
menggantung dan morine.
- Bentuklahan asal organik (O),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh
kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini
adalah mangrove dan terumbu karang.
- Bentuklahan asal antropogenik
(A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat
aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh
satuan bentuklahan hasil proses antropogenik.
B.
BentukLahan Asal Antropogenik
Verstappen
(1983), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor geomorfologi mayor yang
berpengaruh dalam pengembangan lahan yaitu bentuk lahan, proses geomorfologis,
dan kondisi tanah. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa bentuklahan mencakup
kemiringan lahan, proses geomorfologi; mencakup banjir, tanah longsor, dan
bahaya dari proses alam yang merugikan, sedangkan mengenai kondisi tanah,
antara lain mencakup kedalaman batuan dari pelapukan material. Karakteristik
geomorfologis dalam hal ini bentuk lahan/medan memberikan informasi yang dapat
menentukan dalam penggunaan lahan suatu daerah tertentu.
Antropogenik
merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas manusia.
Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai bentuk lahan yang
terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas
yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari
bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia yang secara
tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada.
Bentuk
lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada.
Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai
reklamasi seperti yang terdapat pada pantai Marina Semarang, dan bentuk lahan
struktural dan fluvial dapat berubah menjadi waduk serta bentuk lahan
struktural dan denudasional dari bukit yang telah mengalami perubahan bentuk
akibat aktivitas manusia seperti yang terjadi di bukit Ngoro Mojokerto.
Contoh
dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari penggunaan lahan.
Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh ini bukan merupakan bentuk lahan
antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse
karena sawah dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada, sawah
dan permukiman hanya termasuk upaya pemanfaatan dari permukaaan bentuk lahan.
Bisa saja sawah ada di dataran bentuk lahan aluvial, di lereng gunung, atau
bahkan di gumuk pasir. Begitu juga dengan permukiman juga bisa terdapat di
dataran rendah, dataran tinggi, lembah, maupun kaki lereng, namun keberadaan
sawah dan permukiman tersebut tidak bisa digolongkan dalam bentuk lahan
antropogenik.
C. Aktivitas
manusia yang menyebabkan terbentuknya lahan antropogenik/antrophosper
Manusia dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari baik
secara sadar maupun tidak sadar dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan
yang telah ada menjadi bentuk lahan antropogenik. Aktivitas tersebut antara
lain:
- Aktivitas reklamasi misalnya
pada pantai.
- Aktivitas pembangunan
pemanfaatan lahan yang menyebabkan perubahan yang mencolok pada bentuk
lahan.
- Aktivitas penambangan atau
pengambilan material yang dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan.
Aktivitas antropogenik di Indonesia banyak jumlahnya, namun
tidak semuanya menghasilkan bentuk lahan yang potensial. Misalnya aktivitas
reklamasi pada pantai dapat menyebabkan erosi dan abrasi pada pantai tersebut.
Aktivitas pembangunan waduk yang kurang tepat juga menyebabkan kerusakan pada
daerah tangkapan hujan sekitar waduk sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada
lapisan tanah berupa rekahan dan retakan tanah. Oleh karena itu, aktivitas
antropogenik dalam merubah lahan hendaknya memperhatikan dampak terhadap lahan
disekitarnya.
D. Contoh
BentukLahan Antropogenik
1. Reklamasi
Reklamasi merupakan upaya meningkatkan sumber daya alam
lahan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan cara pengurangan atau
dengan pengeringan lahan.
Misalnya Pantai Marina Semarang, pantai ini merupakan pantai
yang terbentuk karena aktivitas reklamasi. Kawasan yang direklamasi tersebut
memanjang sesuai dengan bibir atau garis pantai. Daerah yang direklamasi cukup
luas yaitu sekitar 200 hektar. Material yang digunakan berupa batuan vulkanik
dan breksi. Pada bagian bawah diisi dengan breksi. Kemudian diatasnya diisi
dengan batuan vulkanik.
Perubahan garis pantai mengakibatkan perubahan arus mengarah
ke pantai. Arus yang sedianya dapat tertahan di Pantai Marina kemudian berubah
arah masing-masing ke arah barat dan timur. Arus yang ke arah timur memiliki
arus yang relatif besar dengan tidak membawa sedimen laut. Pada arus ini akan
mengakibatkan abrasi terhadap pantai. Akibat abrasi pantai sekitar lima hektare
lahan yang telah diuruk hilang.
Abrasi diduga di antaranya disebabkan perubahan pola arus
yang diakibatkan anjungan/pemecah ombak yang dibangun sebuah industri di
sebelah barat desa. Petambak (pemilik dan penggarap) yang hidupnya bergantung
pada sumber daya pesisir mengalami kerugian akibat berkurangnya lahan tambak
dan penurunan pendapatan akibat menurunnya produksi tambak dan tangkapan yang
dipicu oleh abrasi dan pencemaran.
Gambar. Mangrove pencegah abrasi
Selain abrasi, reklamasi Pantai Marina secara umum
berpengaruh pada terjadinya erosi pantai di Sayung, Demak. Padahal, daerah
tersebut dahulunya merupakan kawasan sedimentasi. Namun sekarang kondisinya
sudah berbeda jauh, di kawasan pantai itu banyak yang mengalami erosi.
Reklamasi atau pengurukan kawasan pantai akan mengubah sifat arus yang kemudian
berdampak pada erosi pantai di daerah lain. Karena itu, setiap ada pengurukan
kawasan pantai harus diwaspadai sifat arus pantai. Sifat arus air di Pantai
Semarang berputar ke timur karena pada sisi timur Semarang terdapat tanjung.
Arus air yang berputar seperti itu menyebabkan rawan erosi, perubahan fisik
pantai, dan sedimentasi pantai dapat berubah. Selain mengakibatkan dampak
tersebut, reklamasi pantai juga akan menambah jarak tempuh air sungai. Hal ini
berpengaruh pada keterbentukan sedimentasi di muara yang lama sehingga terjadi
pendangkalan di sana.
Gambar 1. Pantai Marina Semarang
Atau contoh lainnya yaitu Kansai
International Airport. Kansai
International Airport (KIA) merupakan bandara internasional yang dibangun di
atas lahan reklamasi di Teluk Osaka, Jepang.
Gambar 2. Kansai
International Airport
Sumber: http://www.yudiworld.com
Sebelum pekerjaan
reklamasi, sejumlah gundukan pasir dituangkan ke dalam tanah liat yang berada
di dasar laut (sand drain method). Berat tanah yang dipakai karena
reklamasi membuat air di tanah liat di bawah bergerak keluar sepanjang
gundukan-gundukan pasir. Dengan demikian, tanah liat tersebut menjadi kuat.
Gambar 3.
Detail Formasi Bawah Laut di Bawah International Airport
Kansai International
Airport merupakan bukti kepedulian pemerintah Jepang akan solusi sebagai akibat
dari semakin terbatasnya tanah yang ada di negeri matahari terbit ini.
Sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi polusi suara pada daerah-daerah hunian
bagi masyarakat Jepang.
Pantai Marina dan
Kansai International Airport termasuk ke dalam lahan antropogenik karena
aktivitas reklamasi tersebut telah mengubah kondisi morfologi pantai. Garis
pantai Marina menjadi lebih menjorok ke laut.
2. Waduk
Waduk adalah kolam besar tempat
menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan. Waduk dibangun dengan cara
membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh. Waduk
dapat terbentuk dari bentuk lahan lain yang telah ada. Misalnya berasal dari
bentuk lahan struktural dan fluvial. Waduk merupakan bentuk lahan antropogenik
karena terbentuk oleh aktivitas manusia yang merubah lahan menjadi berbentuk
cekungan.
Gambar 4.
Waduk Pluit, Jakarta
Gambar 5. Bendungan
Inguri di Rusia
Dalam pembuatan waduk selain harus
memperhatikan teknik-teknik dalam pembuatan waduk juga harus memperhatikan
lingkungan sekitar agar tidak sampai merusak daerah tangkapan hujan yang dapat
menyebabkan rusaknya lahan biasanya ditandai dengan rekahan dan retakan pada
tanah.
3. Pelabuhan
Menurut peraturan pemerintah RI no.
69 tahun 2001 tentang kepelabuhanan, yang dimaksud pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang di
lengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Pelabuhan termasuk lahan
antropogenik karena bentuknya telah merubah bentuk lahan pesisir sebelumnya.
Gambar 6. Pelabuhan Pontianak
Pembangunan pelabuhan hendaknya
memperhatikan aspek lokasi agar pelabuhan dapat berfungsi secara efektif dan
tidak mengancam lahan sekitar. Misalnya pembangunan pelabuhan Indonesia cabang
Pontianak yang dibangun di tepi sungai yang dapat menyebabkan pendangkalan yang
disebabkan oleh erosi daerah hulu dan juga pelabuhan Tanjung Api-api yang ada di Provinsi Sumatera
Selatan mengakibatkan rusaknya hutan bakau (mangrove) dan hutan nipah, ancaman
kepunahan sejumlah satwa langka, serta merusak perkebunan kelapa milik penduduk.
4. Penambangan Pasir
Penambangan pasir termasuk ke dalam
lahan antropogenik karena aktivitas tersebut merubah bentuk lahan yang
berbukit. Selain itu penambangan pasir juga dapat mengakibatkan erosi dan
sedimentasi serta menurunkan keanekaragaman flora dan fauna.
Gambar 7.
Aktivitas Penambangan Pasir
Misalnya Bukit Ngoro yang terletak
di sekitar daerah perbukitan dan patahan Watukosek Mojokerto. Bukit ini
merupakan bukit dari bentuk lahan asal struktural yang kemudian telah mengalami
degradasi akibat aktivitas masyarakat sekitar yaitu adanya penambangan pasir
dan pengambilan material yang dimanfaatkan sebagai tanggul lumpur lapindo
Sidoarjo.
5.
Kota
6. Taman
7.
Kanal
8. Sawah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki
bentuk topografiskhas, akibat pengaruh kuat
dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan dalam ruang
dan waktu kronologis tertentu.
Verstappen (1983) telah
mengklasifikasi bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadisepuluh klas
utama. Kesepuluh klas bentuklahan utama itu adalah sebagai berikut :
1. Bentuklahan asal structural
2. Bentuklahan asal vulkanik
3. Bentuklahan asal denudasional
4. Bentuklahan asal fluvial
5. Bentuklahan asal marine
6. Bentuklahan asal glacial
7. Bentuklahan asal Aeolian
8. Bentuklahan asal solusional
(pelarutan)
9. Bentuklahan asal organik
10. Bentuklahan asal antropogenik.
B. Saran
Dalam
makalah ini tentunya masih banyak kekurangan penjelasan tentang batuan sedimen.
Untuk itu bagi pembaca agar mencari literatur yang lebih lengkap.Untuk
mahasiswa agar kiranya pembuatan makalah seperti kami sebaiknya menyiapkan
prossedur data yang lengkap sesuai permintaan dosen, supaya hasilnya memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar