Translate

Jumat, 23 Oktober 2015

GEOLOGI TATA LINGKUNGAN

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam proses perencanaan wilayah, ketersediaan sumber daya alam harus menjadi pertimbangan utama di dalam menetapkan kebijakan tata guna lahan. Persoalan-persoalan yang muncul sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dari proses pembangunan kiranya perlu diminimalkan melalui suatu paradigma pembangunan yang akrab lingkungan, yaitu pembangunan yang didasarkan atas pengetahuan yang lebih baik tentang karakteristik alam dan manusia (masyarakat). Geologi lingkungan sebagai ilmu terapan dari pengetahuan geologi yang ditujukan dalam upaya memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan hidup manusia masa kini dan masa mendatang dengan seminimal mungkin mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Geologi adalah ilmu yang mempelajari susunan, bentuk, sejarah perkembangan bumi, serta proses - proses yang telah, sedang, dan akan bekerja di bumi. Adapun pengertian Geologi lingkungansecara umum dapat diartikan sebagai hubungan antara suatu obyek dengan sekitarnya.Hubungan ini dapat bersifat aktif maupun pasif, dinamis ataupun statis.Geologi lingkungan pada hakekatnya merupakan ilmu geologi terapan yang ditujukan sebagai upaya memanfaatkan sumber daya alam dan energi secara efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan perikehidupan manusia pada masa kini dan masa mendatang dengan mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkannya semaksimal mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bumi sebagai suatu obyek yang dipengaruhi oleh lingkungannya, termasuk didalamnya adalah manusia sebagai salah satu unsur yang mempengaruhinya (Djauhari Noor: 2006).
Pelaksanaan Praktikum Mata Kuliah Geologi Tata Lingkungan didasarkan pada Kurikulum 1994 yang program pada semester genap, jumlah jam praktikum disediakan waktu sebanyak 48 jam atau setara dengan tiga hari kerja lapang. Pada praktik lapangan Geologi Tata Lingkungan yang dilakukan di Kabupaten Maros. Praktik ini merupakan salah satu penunjang dalam mata kuliah Geologi Tata Lingkungan. Pelaksanaan praktek lapang ini wajib diikuti oleh semua mahasiswa yang memprogram mata kuliah Geologi Tata Lingkungan. Praktek ini disinergikan antara teori yang diterima mahasiswa dalam ruangan kelas dengan kondisi nyata di lapangan. Baik konsep Geologi Tata Lingkungan dalam kaitannya dengan ilmu geografi.

B. Tujuan Praktikum
Melatih mahasiswa terampil menggunakan theodolit untuk pengukuran lapang.
Melatih mahasiswa terampil menggambar peta berdasarkan hasil ukuran lapang dengan menggunakan kompas dan theodolit.
Mahasiswa dapat lebih terampil melakukan ploting di lapangan untuk menggambar peta.
Melatih mahasiswa terampil menggunakan alat ukur lapang (theodolit) guna mengambil data untuk menggambar peta.
Dapat mengolah data hasil pengukuran lapang.

C. Sasaran Praktikum
Mahasiswa yang memprogram mata kuliah Geologi Tata Lingkungan sebanyak  35 orang.
Pembimbing yang terdiri atas :
1 Dosen pembimbing/penanggung jawab
2 Asisten
D. Lokasi
Sesuai tujuan dan jenis pengukuran yang akan dilatihkan, maka lokasi praktikum mengambil tempat yaitu di Kabupaten Maros

E. Waktu Pelaksanaan
Praktikum lapang ini direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 09 s.d 10 Mei 2015.


F. Jadwal Kegiatan


Hari/Tanggal Jam Kegiatan  
Sabtu, 09 mei 2015 Pukul 07.30 – 09.00 Tunggu mobil  
  Pukul 09.00 – 11.30 Pengambilan data dan sampel  
  Pukul 11.30 – 14.00 Istirahat , Makan Siang  
  Pukul 14.00 – 16.30 Pengambilan data dan sampel  
  Pukul 16.30 – 19.30 Istirahat  
  Pukul 19.30 – 02.30 Pengolahan data test individu  
  Pukul 02.30 – 06.30 Istirahat ( tidur )  
Minggu, 10 mei 2015 Pukul 06.30 – 11.00 Pengambilan data dan sampel di jembatan  
  Pukul 11.00 – 13.30 Perjalanan untuk kembali ke kampus
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian dan konsep geologi tata lingkungan
Secara Etimologis Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Geo yang artinya bumi dan Logos yang artinya ilmu, Jadi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi.Secara umum Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet Bumi, termasuk Komposisi, keterbentukan, dan sejarahnya.Karena Bumi tersusun oleh batuan, pengetahuan mengenai komposisi, pembentukan, dan sejarahnya merupakan hal utama dalam memahami sejarah bumi. Dengan kata lain batuan merupakan objek utama yang dipelajari dalam geologi.
Sesuai dengan batasan Geologi Lingkungan, yaitu mempelajari interaksi antara alam (lingkungan geologis / geological environment) dengan aktivitas manusia yang bersifat timbal balik. Pengertian timbal balik adalah bagaimana proses-proses geologis mempengaruhi manusia, baik sebagai suatu potensi sumber daya yang dimanfaatkan manusia, maupun menjadi kendala dan limitasi seperti dalam bentuk bencana alam, bahaya-bahaya geologis (geological hazard), atau fenomena-fenomena alam lain yang dianggap mengganggu manusia. Sebaliknya, dibahas juga bagaimana aktivitas manusia mengganggu kesetimbangan alam yang akhirnya akan mengganggu dan mempengaruhi manusia sendiri.
Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu lingkungan, karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita mengenai bumi dan membahas interaksi manusia dengan seluruh aspek yang ada disekelilingnya, termasuk aspek geologis serta dampaknya bagi kehidupan manusia.Karena itu filosofi utama dari geologi lingkungan adalah konsep manajemen lingkungan yang didasarkan pada sistem geologi untuk pembangunan berkelanjutan dan bukan pada beban lingkungan yang tidak bisa diterima.
Tujuh konsep dasar geologi lingkungan :
1. Pada dasarnya bumi merupakan suatu sistem tertutup.
2. Bumi adalah satu-satunya tempat kehidupan manusia, namun sumber daya alamnya terbatas.
3. Proses-proses alam yang terjadi sekarang mengubah bentang alam yang telah tersusun selama periode geologi, baik secara alamiah maupun buatan.
4. Selalu ada proses alam yang membahayakan dan mengancam bagi kehidupan manusia.
5. Perencanaan tata guna lahan dan penggunaan air harus diusahakan untuk mendapatkan keseimbangan antara pertimbangan ekonomi dan penilaian estetika.
6. Efek dari penggunaan tanah sifatnya kumulatif, oleh karena itu kita mempunyai kewajiban untuk menerima dan menanggungnya.
7. Komponen dasar dari setiap lingkungan manusia adalah faktor geologi, dan pemahaman terhadap lingkungannya membutuhkan wawasan dan penafsiran yang luas terhadap ilmu bumi dan ilmu lain yang berkaitan.

B. Aspek - aspek Geologi Lingkungan
Geologi lingkungan memiliki beberapa aspek, diantaranya sebagai berikut :
1 Morfologi
  Morfologi adalah uraian tentang bentuk-bentuk muka bumi, khususnya mengenai sifat (nature), cara terbentuknya (origin), proses-proses dan perkembangan serta komposisi materialnya.
Secara umum, bentangalam Indonesia terbagai atas 7 unit bentukan asal (origin) yaitu: denudasi, struktur, gunungapi, laut, sungai, pelarutan, angin.
Bentukan asal denudasi/denudation (D) adalah bentangalam yang dibentuk oleh proses geomorfologi, jika proses tersebut bekerja terus dalam jangka waktu yang panjang, mampu meratakan seluruh permukaan bumi yang kasar ini. Dua buah proses yang berkaitan dengan proses geomorfologi adalah proses degradasi sebagai contoh disentegrasi batuan (pelapukan), material pelapukan di permukaan bumi dipindahkan oleh berbagai proses erosi dan gerakan massa/ mass wasting. Sedangkan proses agradasi adalah suatu bentuk aneka ragam proses sedimentasi yang mampu membentuk daratan berkaitan dengan proses degradasi.
Bentukan asal struktur/structure (S) adalah bentangalam yang dibentuk oleh kegiatan tektonik, dalam skala yang lebih rinci akan memberikan kenampakan morfologi struktur, antara lain: pematang pebukitan sesar (horst) , lembah sesar (graben), telaga sesar (sagpond), gawir sesar (fault scarp), plateau , pebukitan siklin/antiklin, lembah siklin/antiklin , pebukitan homoklin, dsb.
Bentukan asal gunungapi/volcanic (V) adalah bentangalam yang dibentuk oleh hasil kegiatan gunungapi (tubuh gunungapi, leleran lava dan lahar, dataran piroklastika halus, kawah gunungapi dsb).
Bentukan asal laut/marine (M) adalah bentangalam yang dibangun oleh hasil kegiatan laut (dataran pantai, pematang pantai, undak pantai, lagun, kipas delta dsb).
Bentukan asal sungai/fluvial (F) adalah bentangalam yang dibangun oleh hasil kegiatan sungai (dataran limpah banjir, pematang sungai, undak sungai dsb).
Bentukan asal pelarutan/karst (K) adalah bentangalam yang dibangun oleh hasil proses pelarutan yang terjadi pada batugamping dikenal dengan “karstâ€. Morfologi karst dapat berupa bentuk lahan pelarutan yang negatip (dolina, uvala, lembah karst dsb), sedangkan bentuklahan karst yang positip diantaranya kerucut karst, menara karst. Terutama pada menara karst dipisahkan dengan kerucut karst semata-mata karena bentuk didingnya agak tegak sampai tegak dan dipisahkan antara satu dengan lainya oleh dataran berawa atau dataran aluvial yang luas.
Bentukan asal angin/aeolian (A) adalah bentangalam yang dibangun oleh kegiatan angin. Di Indonesia morfologi semacam ini sangat jarang dijumpai, hanya dapat dijumpai pada daerah pantai (Parangtritis) dan beberapa tempat lain dengan luasan yang sangat sempit.

2 Topografi
Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal. Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan. Penggunaan kata topografi dimulai sejak zaman Yunani kuno dan berlanjut hingga Romawi kuno, sebagai detail dari suatu tempat. Kata itu datang dari kata Yunani, topos yang berarti tempat, dan graphia yang berarti tulisan. Objek dari topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian. Mengidentifikasi jenis lahan juga termasuk bagian dari objek studi ini.
Berikut ini merupakan daftar kelas lereng tanah dengan sifat sifat dan kondisi alamiah yang dapat menimbulkan terjadinya warna pada daerah tersebut :
Tabel II.1
Sifat Kelerengan Tanah

Kelas Lereng Sifat Sifat dan Kondisi Alamiah Warna  
0-2 % Datar hingga hampir datar, tidak ada proses denutasi yang berarti. Hijau  
2-7% Agak miring, gerakan tanah dengan kecepatanrendah,erosi lembar dan erosi alur, rawan erosi Hijau Muda

 
7-15% Miring, kecepatan gerakan rendah tapi denganbesaran yang lebih tinggi, sangat rawan erositanah Kuning  
15-30% Agak curam, banyak terjadi gerakan tanah danerosi , terutama longsoran yang bersifat nendatan Jingga  
30-70% Curam, proses denudasional intensif, erosi dangerakan tanah sering terjadi Merah Muda  
70-140% Sangat curam, batuan umumnya mulai tersingkap,proses denudasional sangat intensif, sudah mulaimenghasilkan rombokan (koluvial) Merah  
>140% Curam sekali,batuan tersingkap, prosesdenudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu,tanaman jarang tumbuh Ungu
Sumber : Pedoman Penyusunan Rehabilitasi Lahan Konservasi Tanah, 1986.

Cara- cara untuk mengetahui topografi :
Survei secara langsung
Survei membantu studi topografi secara lebih akurat suatu permukaan secara tiga dimensi, jarak, ketinggian, dan sudut dengan memanfaatkan berbagai instrumen topografi.
Meski penginderaan jarak jauh sudah sangat maju, survei secara langsung masih menjadi cara untuk menyediakan informasi yang lebih lengkap dan akurat mengenai keadaan suatu lahan.
Penginderaan jarak jauh
Penginderaan jarak jauh adalah studi mengenai pengumpulan data bumi dari jarak yang jauh dari area yang dipelajari. Penginderaan jarak jauh dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan satelit, radar, radar inframerah, seismogram, sonar, dan lain-lain.
3 Litologi
Litologi adalah ilmu mengenai batuan yang berkenaan dengan sifat fisik, kimia, dan strukturnya.Litologi lebih membahas pasa batuan dan tanah, sedangkan pada lapisan lebih kedalam dibahas oleh litosfer diman berupa lapisan kerak bumi yang paling luar. Litosfer itu sendiri tersusun mulai dari lapisan kerak (sial) yang tersusun atas unsur Silisium dan Magnesium, kemudian lapisan berikutnya (Asthenosfer atau mantel) yang tersusun atar unsur persenyawaan logam Sulfida dan pada bagian inti (Barisfer) tersusun oleh unsure besi dan nikel.
Batuan
Batuan beku atau sering disebut igneous rocks
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan beku ini bisa dibedakan lagi menjadi batuan beku plutonik dan vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari besar mineral penyusun batuannya. Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang relatif lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar. Sedangkan batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat (misalnya akibat letusan gunung api) sehingga mineral penyusunnya lebih kecil.
Batuan sediment
Batuan sedimen atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Batuan sedimen ini bisa digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya batuan sedimen klastik, batuan sedimen kimia, dan batuan sedimen organik.
Tanah
Klasifikasi tanah berdasarkan ganesa dikelompokkan:
Tanah Residu (Residual Soil )
Terjadi dan terbentuk sebagai hasil pelapukan kimia (dekomposisi batuan induk).


Tanah terangkut (Transported Soil )
Tanah residu yang mengalami perpindahan ke tempat lain karena pengaruh gravitasi atau perantara alamiah seperti air, angin, dan es.
Tabel II.2
Jenis Jenis Tanah


Jenis Tanah Keterangan  
Aluvial Hidromorf Bahan asalnya berupa endapan liat (tanah hasil angkutanair).  
Grumosol Kelabu Tua Bahan asalnya berupa abu/pasir dan tufa vulkanintermedier  
Assosiasi Alluvial Kelabudan Cokelat Kekelabuan Berasal dari batuan induk tuff volkan intermedier yangcocok untuk kawasan pertanian. Tanah alluvium sifatnyatidak peka terhadap erosi sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan terbangun karenamemiliki daya dukung beban yang cukup baik.  
Kompleks Gerosol Kelabudan Kekelabuan Bahan induknya berupa batu kapur dan nepal.  
Latosol Cokelat TuaKemerahan Berupa tanah residu hasil dari pelapukan breksi tufaan danpasir tufaan yang mengandung tufa vulkan intermedier  
Latosol Cokelat Merupakan tanah residu hasil pelapukan dari breksi tufaandan batupasir tufaan. Berpotensi untuk terjadi gerakantanah berupa runtuhan batu  
Latosol Cokelat Tua Endapan sangat tebal antara 1-3m, berwarna coklat muda,bersifat lepas hingga sangat lepas, berbutir halus hinggakasar, dan berbentuk menyudut hingga memutar
Sumber: Diktat Perkuliahan Geologi Lingkungan, 2010

4 Stratigrafi
Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata “stratos“, yang artinya perlapisan dan kata “grafi” yang berasal dari kata “graphic/graphos”,yang artinya gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). Stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
Ada dua unsur penting pembentukan stratigrafi dalam penyelidikan stratigrafi, yaitu :
Unsur Batuan
Hal terpenting dalam unsur batuan adalah pengenalan dan pemerian litologi. Kita mengetahui betul bahwa volume bumi didisi oleh batuan sedimen dan batuan non-sedimen, sekitar 5% dan 95%. Tetapi pada kenyataannya, dalam penyebaran batuan, batuan sendimen dan non-sedimen mencapai 75% dan 25%.
Unsur batuan terpenting pembentuk stratigrafi adalah sendimen yang memberi arti kronologis dari urut-urutan lapisannya yang ditinjau dari kejadian dan waktu pengendapannya maupun umur setiap lapisan. Dengan itu dipermudahkannya pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan antara satu batuan dengan yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi yang berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang lain.
Unsur Pelapisan
Perlapisan merupakan sifat utama dalam batuan sendimen, yang memperlihatkan bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi. Weimer berpendapat bahwa akumulasi batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport, sehingga kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang tindih (overlap) yang dibentuk karena massa endapan yang beragam serta sudut lapisan sendimentasi dibawahnya terbentuk dari endapan di atas suatu sedimen.




Tabel II.3
Jenis Jenis Stratigrafi

No Jenis Formasi Ciri Ciri  
1 Endapan Alluvium (Qa) Terdiri dari endapan dataran pantai,endapan sungai,dan endapan danau  
2 Formasi Damar (QTd) Terdiri dari batu pasir tufaan,konglomerat,breksi vulkanik, dan tufa  
3 Batuan Gunungapi Gajah Mungkur (Qhg) Batuannya berupa lava andesit berwarna abu-abu kehitaman,berbutir halus,holokristalin,komposisi terdiri dari feldspar,homblende,danaugit  
4 Batuan gunungapi kali gesit (Qpk) Batuannya berupa lava basaslt,berwarna abu-abu kehitaman,halus,komposisi mineral terdiri dari feldspar,olivine,dan augit  
5 Formasi Jongkong (Qpj) Breksi andesit homblende yang berwarna coklat kehitaman,dan aliran larva berwarna abu-abu tua  
6 Formasi kali getas (Qpkg)
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuff halus,sampai kasar,dibawahnya ditemukan batu lempung mengandung molusca dan fosil  
7 Formasi Kalibeng (Tmpk) Batuannya terdiri dari napa,batu pasir tufaan,dan batu gamping  
8 Formasi Kerek (Tmk)
Interkalasi batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi vuklanik, dan batu gamping.
Sumber : SK Mentri Kehutanan No.837/ KPTS/UM/II /1980 dan No.683/KPTS/UM/VII/1981

5 Klimatologi
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari iklim, dan merupakan sebuah cabang dari ilmu atmosfer. Dikontraskan dengan meteorologi yang mempelajari cuaca jangka pendek yang berakhir sampai beberapa minggu, klimatologi mempeljari frekuensi di mana sistem cuaca ini terjadi.
Klimatologi tidak mempelajari fenomena atmosfer secara tepat (misalnya pembentukan awan, curah hujan, dan petir), tetapi mempelajari kejadian rata-rata selama beberapa tahun sampai millenia, dan juga perubahan dalam pola cuaca jangka panjang, dalam hubungannya dengan kondisi atmosfer. Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos. Klima artinya kemiringan yang diarahkan ke lintang tempat sedangkan Logos artinya ilmu. Sehingga Klimatologi data diartikan sebagai ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, penyebab perbedaan iklim di bumi, dan juga kaitannya dengan iklim dan aktivitasmanusia.
Iklim merupakan salah satu factor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman Jenis-jenis dan sifat-sifat ikim bias menentukan jenis-jenis tanaman yang bias tumbuh dengan iklim tertentu. Oleh karena itu, iklim sangat berpengaruh di bidang pertanian. Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian. Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari.
Hujan adalah peristiwa jatuhnya titik air yang semula berupa uap air di udara kepermukaan bumi dalam bentuk cair atau padat. Alat pengukur hujan dinamakan penakar hujan. Jumlah curah hujan di Indonesia tidak merata dan paling banyak terjadi selama angin muson barat bertiup.
Menurut Schmidt dan Fergusson iklim dibagi menjadi delapan tipe dengan perhitungan Nilai Quatient (Q) dengan rumus (Nugroho,2007) :

 x100%
Untuk perhitungan bulan kering dan basah menggunakan skala Mohr sebagai berikut :
- Bulan kering yaitu bulan yang curah hujannya < 60 mm.
- Bulan basah yaitu bulan yang curah hujannya > 100 mm.
- Bulan lembab yaitu bulan yang curah hujannya antara 60 – 100 mm.
Sedangkan untuk penentuan nilai Q, bulan lembab dimasukan pada bulan basah. Berdasarkan rasio nilai Q, maka Schmidt – Fergusson membagi iklim sebagai berikut :

Tabel II.4
Data Pembagian Nilai Q Menurut Schmidt=Fergusson

Tipe Besar Nilai Q (%) Ciri Ciri  
A 0 - ≤ 14,3 Sangat basah, vegetasi hutan hujan tropis  
B 14,3 - ≤ 33,3 Basah, vegetasi hutan hujan tropis  
C 33,3 - ≤ 60 Agak basah, vegetasi hutan rimba, vegetasi meranggas  
D 60 - ≤ 100 Sedang, vegetasi hutan musim  
E 100 - ≤ 167
Agak kering, vegetasi hutan belantara (sabana)  
F 167 - ≤ 300 Kering, vegetasi sabana  
G 300 - ≤ 700 Sangat kering, vegetasi padang ilalang  
H > 700 Ekstrim kering, vegetasi padang ilalang
Sumber : Data Klimatologi BMG Kota Semarang 2001
Tabel II.5
Intensitas Hujan Harian Rata Rata

No Kelas Interval(mm/hr) Deskripsi Skor  
1 I 0 – 13,6 Sangat rendah 10  
2 II 13,6 – 20,7 Rendah 20  
3 III 20,7 – 27,7 Sedang 30  
4 IV 27,7 – 34,8 Tinggi 40  
5 V >34,8 Sangat tinggi 50
Sumber : SK Mentri Kehutanan No.837/ KPTS/UM/II /1980 dan No.683/KPTS/UM/VII/1981
6 Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran, sifat-sifat kimia dan fisiknya, reaksi dengan lingkungannya,termasuk hubungan dengan mahluk-mahluk hidup (Internasional Glossary of Hidrology, 1974). Karena perkembangan yang begitu cepat, hidrologi telahmenjadi dasar dari pengelolaan sumber daya-sumber daya air rumah tanggayang merupakan pengembangan dan penggunaan sumber daya-sumber daya air secara terencana. Banyak proyek di dunia (rekayasa air, irigasi,pengendalian banjir, drainase, tenaga air dan lain-lain) dilakukan denganterlebih dahulu mengadakan survey kondisi-kondisi hidrologi yang cukup. Survey-survey tersebut meliputi prosedur-prosedur pengumpulan data dilapangan sampai pemrosesan daya dan karena itu menghasilkan data sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Jumlah air di Bumi adalah tetap. Perubahan yang dialami air di bumi hanya terjadi pada sifat, bentuk, dan persebarannya. Air akan selalu mengalami perputaran dan perubahan bentuk selama siklus hidrologi berlangsung. Air mengalami gerakan dan perubahan wujud secara berkelanjutan. Perubahan ini meliputi wujud cair, gas, dan padat. Air di alam dapat berupa air tanah, air permukaan, dan awan.
Air-air tersebut mengalami perubahan wujud melalui siklus hidrologi.Adanya terik matahari pada siang hari menyebabkan air di permukaan Bumi mengalami evaporasi (penguapan) maupun transpirasi menjadi uap air. Uap air akan naik hingga mengalami pengembunan (kondensasi) membentuk awan. Akibat pendinginan terus-menerus, butir-butir air di awan bertambah besar hingga akhirnya jatuh menjadi hujan (presipitasi).

Sumber :http://blog.uin-malang.ac.id
Gambar II.1
Siklus Hidrologi

Selanjutnya, air hujan ini akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan perkolasi) atau mengalir menjadi air permukaan (run off). Baik aliran air bawah tanah maupun air permukaan keduanya menuju ke tubuh air di permukaan Bumi (laut, danau, dan waduk).Inilah gambaran mengenai siklus hidrologi.
Jadi siklus hidrologi adalah lingkaran peredaran air di bumi yang mempunyai jumlah tetap dan senantiasa bergerak. Siklus Hidrologi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sirkulasi atau peredaran air secara umum.
7 Hidrogeologi
Hidrogeologi merupakan perpaduan antara ilmu geologi dengan ilmu hidrolika yang kajiannya dititikberatkan pada gerakan air tanah delam secara hidrolik. Gabungan dua kata hidro dan geologi menunjukkan secara implisit pengertian geologi dan air, atau dengan kata lain adalah merupakan suatu studi tentang interaksi antara kerangka unsur batuan dengan air tanah. Dalam istilah hidrolika maka istilah gerakan dalam tanah dikenal dengan hidrolika dalam media porus, karena air tanah mengalir diantara sela-sela butiran tanah yang sekaligus sebagai media.
Pengetahuan tentang hidrogeologi ini penting bagi manusia, karena fungsi dan kegunaannya meliputi 3 aspek (Told daiam RJ Kodoatie, 1990) :
1) Aspek sebagai sumber alam yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia.
2) Aspek bagian hidrologi di dalam tanah yang mempengaruhi keseimbangan siklus global.
3) Aspek anggota atau gen dari geologi.
Istilah penting yang merupakan bagian dari hidrogeologi dijelaskan definsinya, yaitu:
a. Akuifer
Definisi akuifer ialah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis.
b. Aquiclude (impermeable layer)
Definisinya ialah suatu lapisan lapisan, formasi, atau kelompok formasi suatu geologi yang impermable dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pambatas atas dan bawah suatu confined aquifer.
c. Aquitard (semi impervious layer)
Definisinya ialah suatu lapisan lapisan, formasi, atau kelompok formasi suatu geologi yang permable dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil namun masih memungkinkan air melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan yang lambat. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pambatas atas dan bawah suatu semi confined aquifer.
d. Confined Aquifer
Merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan aquiclude dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (no flux).
e. Semi Confined (leaky) Aquifer
Merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas di bagian atasnya karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx) walaupun hidraulik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidraulik konduktivitas akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfir. f. Unconfined Aquifer
Merupakan akuifer jenuh air (satured). Lapisan pembatasnya, yang merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard dilapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Dengan kata lain merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah.
g. Semi Unconfined Aquifer
Merupakan akuifer yang jenuh air (satured) yang dibatasi hanya lapisan bawahnya yang merupakan aquitard. Pada bagian atasnya ada pembatas yang mempunyai hidraulik konduktivitas lebih kecil daripada hidraulik konduktivitas dari akuifer.Akuifer ini juga mempunyai muka air tanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.
h. Artesian Aquifer
Merupakan confined aquifer dimana ketinggian hidrauliknya (potentiometric surface) lebih tinggi daripada muka tanah. Oleh karena itu apabila pada akuifer ini dilakukan pengeboran maka akan timbul pancaran air (spring), karena air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai ketinggian hidraulik tersebut.
8 Bahaya geologi
Berdasarkan data yang telah kami peroleh, menunjukan bahwa proses-proses geologi yang terjadi baik bersifat endogen maupun eksogen dapat menimbulkan bahaya atau bencana bagi kehidupan manusia. Pengertian Bahaya geologi merupakan aktivitas geologi yang dapat menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan keadaan alam di lingkungan tersebut dari keadaannya semula. Contoh dari bahaya geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di berbagai wilayah di muka bumi yaitu banjir, gerakan tanah, erosi dan sebagainya.
Gempa bumi
Gempa bumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman tertentu. Kerak bumi tempat kita tinggal ini terdiri dari sejumlah lempeng atau bongkahan besar yang selalu bergerak, pergerakan itu menyebabkan terlepasnya energi yang menimbulkan getaran sehingga dapat mengguncang permukaan bumi.Setiap hari terjadi puluhan bahkan ratusan gempabumi di muka bumi ini, hanya saja kebanyakan kekuatannya kecil sekali sehingga tidak terasa oleh kita.
Gempabumi dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor :
Pergerakan lempeng. Jenis ini disebut gempa tektonik, umumnya regional dan sangat merusak.
Kegiatan gunungapi yang disebut gempa vulkanik. Umumnya gempa jenis ini terjadi setempat.
Kegiatan manusia yang disebut gempa buatan atau gempa tiruan, umumya setempat dan tidak selalu dibuat

Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, tanah, bahan timbunan dan material campuran yang bergerak kearah bawah dan keluar dari lereng.

Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah :
Curah hujan tinggi dan lama disertai angin kencang memicu terjadinya gerakan tanah.
Kemiringan lereng yang terjal (>25°) sehingga masa tanah mudah untuk bergerak.
Sifat fisik batuan berupa material vulkanik yang bersifat lepas dan kelerengan terjal sehingga mudah runtuh jika dipicu curah hujan tinggi.

Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai.Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Bencana banjir memiliki ciri-ciri dan akibat sebagai berikut.
Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang hari.
Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.
Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan manusia.
Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di tempat-tempat yang rendah.
Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.
Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah.
Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau hilangnya orang.
Banjir dapat menyebabkan kerugian yg besar baik secara moril maupun materiil.


Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:
Rusaknya areal pemukiman penduduk,
Sulitnya mendapatkan air bersih, dan
Rusaknya sarana dan prasarana penduduk.
Rusaknya areal pertanian
Timbulnya penyakit-penyakit
Menghambat transportasi darat
Penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut :
- Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,
- Pendangkalan sungai,
- Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai mapupun gotong royong,
- Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat,
- Pembuatan tanggul yang kurang baik,
- Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.
Erosi
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen,tanah, batuan, dan partikel lainnya)akibat transportasiangin,air ataues, karakteristik hujan,creeppada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang,dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang manamerupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, ataugabungan keduanya.
Jenis -Jenis Erosi ada beberapa macam menurut proses terjadinya yaitu:
Erosi oleh Air
Splash erosion:
Erosi oleh butiran air hujan yang jatuh ke tanah.Karena benturan butiran air hujan, partikel-partikel tanah yang halus terlepas dan terlempar ke udara.
 Sheet erosion:
Erosi oleh air yang jatuh dan mengalir di permukaan tanah secaramerata sehingga partikel-partikel tanah yang hilang merata di permukaan tanah. Permukaan tanah menjadi lebih rendah secara merata. Erosi ini terjadi bila permukaantanah memiliki ketahanan terhadap erosi yang relatif seragam.
Riil erosion
Erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah dengan membentuk alur-alur kecil dengan kedalaman beberapa senti meter. Erosi ini terjadi pada permukaan tanah yang landai dan memiliki daya tahan yang seragam terhadap erosi.
Gully erosion
Erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah yang miring atau dilereng perbukitan yang membentuk alur-aluryang dalam dan lebarnya mencapai beberapa meter, dan berbentuk “V”.
Valley erosion:
Erosi oleh air yang mengalir di daerah perbukitan yang membentuk lembah-lembah sungai atau lereng-lereng perbukitan. Alur atau lembah berbentuk  berbentuk “V”. Erosi dominan secara vertikal.
Stream erosion:
Erosi oleh air dalam bentuk aliran sungai. Lembah sungai berbentuk “U”. Terjadi erosi lateral yang makin ke hilir makin dominan dan dapatmembentukaliran sungai bermeander.


Erosi oleh gelombang
Erosi terjadi oleh gelombang laut yang memukul ke pantai. Erosi dapat dibedakan menjadi:
Erosi oleh pukulan gelombang yang memukul ke tebing pantai. Pukulangelombang menyebabkan batuan pecah berkeping-keping.
Abrasi atau corrasi (abrasion / corrasion): erosi oleh material yang diangkutgelombang ketika gelombang memukul ke tebing pantai.
Erosi oleh Angin
Erosi ini terjadi oleh angin yang bertiup.Erosi ini terjadi di daerah yang tidak bervegetasiatau bervegetasi sangat jarang di daerah gurun atau pesisir. Erosi ini dapat dibedakanmenjadi:1.
Deflasi : Erosi oleh angin yang bertiup dan menyebabkan material            
lepas yanghaalus terangkut.2.
Abrasi :Erosi oleh material-material halus yang diangkut oleh
anginketikaangin menerpa suatu batuan.

Akibat Erosi
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaantanahbagian atas, yang akanmenyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosiadalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunankemampuan lahan meresapkanair ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air  permukaan yang akan mengakibatkan banjir disungai. Selain itu butiran tanah yangterangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yangselanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehinggaakan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melaluiangkutan air.erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam halsedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak. Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor.Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitashujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai.faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal dilahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.

Penanggulangan Erosi
Usaha untuk mencegah erosi di lakukan dengan pengolahan pada tanah.Usaha ini seringdisebut konservasi tanah. Untuk mengetahui cara konservasi tanah, sebelumnya harusmengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya erosi dan peranannya. Faktor iklim, terutama curah hujan dapat menyebabkan erosi. Curah hujan yang tinggidengan intensitas yang lama sangat mendukung terjadinya erosi. Salah satu contoh pengendalian faktor ini dapat dilakukan dengan membuat saluran air, sehingga air hujan yang jatuh dapat diatur dan akan dimanfaatkan untuk irigasi.
9 Struktur Geologi
Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat kerja kekuatan tektonik,sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk deformasi tektonik.
Para ahli geologi menyebut Struktur Geologi dengan Kekar , Sesar , serta Lipatan .
Kekar (Joint) adalah rekahan/patahan pada lapisan batuan yang terjadi akibat pengaruh gaya-gaya endogen baik tekanan maupun tarikan, tanpa mengalami perpindahan tempat.
Jenis Kekar
Kekar Gerus (Shear Joint) adalah Kekar pada batuan yang terjadi akibat tekanan
Kekar Tarik (Tension Joint) adalah Kekar pada batuan yang terjadi akibat tarikan
2. Sesar (Faults) adalah rekahan/patahan pada lapisan batuan yang terjadi akibat  
pengaruh gaya-gaya endogen baik tekanan maupun tarikan dan mengalami
perpindahan tempat/dislokasi/pergeseran.
Jenis Sesar
- Sesar Normal / Turun (Normal / Gravity Fault)
- Sesar Naik (Reverse / Thrust Fault)
- Sesar Mendatar / Geser (Horizontal / Strike-Slip Fault)
- Sembul (Horst)
- Terban (Graben)

3. Lipatan (Folds) adalah struktur lapisan batuan sedimen berbentuk lipatan/ gelombang/ lengkungan yang terbentuk akibat gaya endogen berupa tekanan.
Jenis Lipatan
Lipatan Tegak/Setangkup (Upright Fold / Symmetrical Fold)
Lipatan Tidak Setangkup (Asymmetrical Fold)
Lipatan Miring / Menggantung (Inclined Fold / Overturned Fold)
Lipatan Rebah (Recumbent Fold)
Antiklin (Anticline)
Sinklin (Syncline)
C. ABRASI DAN SEDIMENTASI PANTAI
1.   Pantai dan Geomorfologi Pantai
Pantai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah pesisir, Sogiarto, (1976) dalam Dahuri, (1996) menyatakan bahwa defenisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah pertemuan antara darat dan laut dalam artian ; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebaban oleh kegiatan manusia di darat seperti pembangunan, penggundulam hutan dan pencemaran lingkungan pantai.

Pantai adalah mintakat antara tepi perairan laut pada pasang rendah sampai ke batas efektif pengaruh gelombang ke arah daratan. Sedangkan pesisir adalah mintakat yang meliputi pantai dan perluasannya ke arah darat sampai batas pengaruh laut tidak ada (Setiyono, 1996).
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam yang meliputi sifat dan karakteristik dari bentuk morfologi, klasifikasi dan perbedaannya serta proses yang berhubungan terhadap pembentukan morfologi tersebut. Secara garis besar bentuk morfologi permukaan bumi sekarang ini terbentuk oleh beberapa proses alamiah, antara lain :
Proses yang berlangsung dari dalam bumi, yang membentuk morfologi gunungapi, pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan undak pantai.
Proses disintegrasi/degradasi yang mengubah bentuk permukaan muka bumi karena proses pelapukan dan erosi menuju proses perataan daratan.
Proses agradasi yang membentuk permukaan bumi baru dengan akumulasi hasil erosi batuan pada daerah rendah, pantai dan dasar laut.
 Proses biologi yang membentuk daratan biogenik seperti terumbu karang dan rawa gambut (Dahuri, 1996).
Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari daratan dan lautan. Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga sangat cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Perubahan pantai terjadi apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen pantai melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan proses geomorfologi tersebut sebagai akibat dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang, arus laut dan salinitas (Sutikno, 1993 dalam Putinella, 2002).
2.        Abrasi dan Sedimentasi
a.    Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak (Setiyono, 1996). Kekuatan abrasi ditentukan oleh besar-kecilnya gelombang yang menghempas ke pantai. Sebagaimana juga halnya erosi sungai, kekuatan daya kikis oleh gelombang dipertajam pula oleh butiran-butiran material batuan yang terkandung bersama gelombang yang terhempas membentur-bentur batuan. Pada pantai yang berlereng terjal dan berbatuan cadas, gelombang mengawali kikisannya dengan membentuk notch, lereng vertikal yang cekung (concave) ke arah daratan (lereng menggantung, overhanging). Bentukan lereng yang cekung ini memberi peluang kerja bagi gaya berat dari batuan di atas (overhanging), dan menjatuhkannya ke bawah. (hallaf, 2006).
Adapun bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa abrasi antara lain Notch, Cliff , Wave-cut Platform, Sea Cave, Blow Hole, Inlet, Arch dan Stack.
1)        Notch, Cliff dan Wave-cut Platform
Cliff adalah bentuk lereng terjal yang menyerupai dinding; yaitu bagian yang ditinggalkan setelah suatu massa batuan longsor (landslides) oleh gaya beratnya sendiri. Sering, suatu cliff mirip dengan bentuk escarp, tetapi escarp dibentuk sebagai dinding patahan akibat depressi tektonik, sedangkan cliff dibentuk oleh denudasi tektonik.
Sebelum cliff terbentuk, dimulai dengan pembentukan notch yang merupakan hasil pekerjaan gelombang (abrasi). Notch yaitu bentuk cekungan kaki lereng (profil) yang menghadap ke arah laut, pada zona pasang-surut dan garis tengahnya secara horizontal memanjang sejajar dan selevel dengan garis pantai/muka laut di saat pasang.
Ada dua tipe cliff. Tipe yang pertama bentuknya tegak atau miring ke belakang. Cliff tipe ini biasanya karena terdiri dari batuan yang relatif lembut, atau struktur geologisnya yang miring ke arah darat. Tipe yang kedua adalah overhanging cliff, suatu bentuk clif yang dinding lerengnya sangat miring atau menonjol ke arah laut. Clif tipe overhanging terbentuk pada formasi batuan yang keras (cadas) dengan struktur (deep) yang miring ke arah laut.
Wave-cut platform, adalah bagian dari pesisir (laut) yang rata pada permukaan batuan dasar (beds rock) yang dibentuk oleh pekerjaan gelombang (Hallaf, 2006).
2)        Sea Cave, Blow Hole dan Inlet
Perbedaan kekerasan batuan; ada batuan yang lembut dan yang lainnya keras, memberi perbedaan dalam kecepatan pengikisan. Bagian-bagian batuan cadas di mana terdapat celah dan rekahan-rekahan seperti jointed, akan lebih cepat terkikis daripada bagian yang tanpa celah atau rekahan.
Sekali gelombang sempat membuat suatu lubang, maka kekuatan atau daya tekanan dari benturan gelombang akan semakin intensif dan efisien terhadap lobang tersebut. Suatu lobang yang berbentuk corong yang mengarah ke arah datangnya gelombang, akan memberi peluang terfokusnya tekanan gelombang untuk memperhebat daya benturannya. Kondisi yang demikian akan lebih dipertajam daya kikisnya bila di dalam gelombang itu termuat butiran-butiran material keras. Makin luas mulut suatu gua di dinding pantai, makin banyak pula massa air gelombang yang membentur ke dalamnya. Tekanan benturan dan pukulan gelombang semacam ini di saat badai mampu menggetarkan (microseismic) dan meremukkan kompleks batuan cadas di sekitarnya. Lambat laun muncratan air menembus hingga ke permukaan tanah di atasnya (headland) dan membentuk blow hole.
Dua macam lubang besar ini (cave dan blow hole) diberi nama sesuai dengan posisinya. Cave atau gua laut karena posisinya yang horizontal mengarah ke laut; sedangkan blow hole adalah lubang yang tegak lurus, seperti dolina di daerah karst. Bentukan blow hole dipercepat oleh, selain benturan langsung gelombang, juga oleh semprotan (muncratan), getaran, pelapukan dari atas dan gravitasi yang menjatuhkan batuan di atasnya. Demikian seterusnya hingga kedua lubang tersebut bukan saja bersambungan dalam bentuk terowongan, tetapi atapnya pun runtuh seluruhnya, disebut inlet atau terusan (Hallaf, 2006).

3)        Sea Cave, Arch dan Stack
Demikianlah proses suatu gua laut terbentuk hingga menembus ke dinding pantai sebelahnya pada suatu tanjung. Terowongan gua dengan sambungan semacam jembatan alam di atasnya pada ujung tanjung disebut arch.
Bila kelak jembatan alam (arch) ini runtuh atau putus, maka bagian ujung tanjung yang ditinggalkan, dengan bentuk pilar raksasa (tugu) disebut stack (Hallaf, 2006).
b.   Sedimentasi
Progradasi (sedimentasi) adalah proses perkembangan gisik, gosong atau bura ke arah laut melalui pengendapan sedimen yang dibawa oleh hanyutan litoral (Setiyono, 1996). Bentuk-bentuk endapan yang utama dari gelombang dan arus sepanjang pantai adalah: beach, bars, spits, tombolo, tidal delta, dan beach ridges.
Ketika gelombang menghempas (swash) merupakan kekuatan pukulan untuk memecahkan batuan yang ada di pantai. Butiran-butiran halus dari pecahan batuan (material klastis), seperti kerikil atau pasir, kemudian diangkut sepanjang pesisir (shore, zona pasang-surut), yaitu bagian yang terkadang kering dan terkadang berair oleh gerak pasang-surut atau oleh arus terbimbing sepanjang pesisir (long shore currents). Proses erosi dan pemindahan bahan-bahan penyusun pantai (beach) yang terangkut disebut beachdrift, yaitu penggeseran-penggeseran pasir atau kerikil oleh gelombang (swash dan backwash) sampai diendapkan dan membentuk daratan baru, misalnya, endapan punggungan pasir memanjang yang disebut off shore bars atau spit.
Adanya endapan seperti misalnya spit yang berbentuk memanjang di depan teluk ataupun tombolo yang menghubungkan pulau dengan daratan utama, menunjukkan adanya bagian laut yang tenang. Tenangnya gelombang karena perlindungan tanjung dan merupakan medan pertemuan dua arah massa arus laut yang saling melemahkan; yaitu arus dari kawasan laut luar yang memutar di dalam teluk. Di bagian air yang tenang di situlah terjadi pengendapan (Hallaf, 2006).
Adapun bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa sedimentasi antara lain:
1)      Beach
Banyak bahan-bahan yang dikikis dari tanjung-tanjung tidak terbawa keluar dan masuk ke dalam air yag lebih dalam, tetapi dihanyutkan oleh arus pasang yang datang ke bagian head (tanjung) dan sides (sisi) teluk sehingga terbentuk “Bay Head Beach” dan “Bay Side Beach”. The long shore current mengalir, terutama menghindari ketidakberaturan pantai, sehingga mengalir memotong di mulut teluk. Head Land Beach; terbentuk kalau materi-materi itu diendapkan di muka tanjung-tanjung (Hallaf, 2006).
 2)      Bars
Bar adalah gosong-gosong pasir penghalang gelombang yang terbentuk oleh endapan dari gelombang dan arus. Bar merupakan bagian dari beach, yang tampak pada saat air surut. Di Tomia disebut “kénté”, orang Maluku menyebutnya “méti”. Bar diberi nama sesuai dengan tempat terjadinya. Bay Mouth Bar ialah bar yang terbentuk dan berpangkal dari tanjung yang satu ke tanjung yang lain di mulut teluk. Arus yang berhasil masuk ke dalam teluk membentuk Bay Head Bar dan Mid Bay Bar.
Cuspate Bar dan Looped Bar; adalah bar yang berbukit yang juga dibangun oleh arus. Sebuah Cuspate Foreland menyerupai Cuspate Bar, hanya di situ tidak mempunyai lagoon, karena semua materi-materi mengendap membentuk beach.
Off Shore Bars yang berbeda-beda di dalam jumlahnya, biasanya hanya merupakan suatu lajur (gosong) pasir yang muncul di atas permukaan laut pada saat laut surut. Di suatu daerah yang luas off shore bars terdiri dari dua atau tiga mil, dipisahkan oleh bukit-bukit pantai (beach ridges) dan bukit-bukit pasir (sand dunes).
A.K.Lobeck berpendapat bahwa material pembentuk spit atau bar berasal dari hasil kerukan gelombang di dasar laut di depan bar itu, dan ditambahkan juga dengan material yang terbawa dari tempat lain oleh arus laut sepanjang pantai di mana erosi cliff aktif bekerja; dan gelombang belum berhasil mencapai daratan di tempat di mana bar itu terbentuk.
G.K.Gilbert telah memikirkan kejadian tersebut. Ia adalah pendukung “Shore-drift Theory”. Tetapi de Beaumont, Davis dan Shaler percaya bahwa material pembentuk bar diangkut dari dasar laut di depan pantai. Johnson berkesimpulan bahwa teori Beaumont dkk dapat diikuti karena memang ternyata bahwa permukaan bar yang mengarah ke laut lebih diperdalam.
Adalah lumrah bila diketemukan dua atau lebih dari dua bars berkembang sejajar dengan pantai. Bars yang lebih dalam terbentuk pertama kali oleh gelombang yang lemah yang dapat maju lebih jauh ke arah (bagian) laut yang lebih dangkal (Hallaf, 2006).
3)      Spit
Biasanya arus yang masuk ke dalam sebuah teluk lebih kuat daripada arus yang keluar menuju ke laut. Akibatnya ujung spit yang pada laut terbuka (pada mulut teluk) menjadi melengkung masuk arah ke teluk. Spit yang demikian disebut “Recurved Spit”. Spit yang melengkung, yang terbentuk pertama, biasanya mempunyai lengkungan yang lebih hebat daripada spit melengkung yang terbentuk berikutnya.
Complex Spit dihasilkan dari perkembangan spit kecil atau spit sekunder yang menumpang pada ujung dari spit yang utama. Cape Cod dan Sandy Hook, kedua-duanya adalah Complex Spit yang sebaik dengan Compound-spit (Hallaf, 2006).
4)      Tombolo
Tombolo ialah bar yang menghubungkan sebuah pulau dengan daratan utama. Tombolo itu ada yang single, double, triple; dan ada pula yang berbentuk huruf “V”, yaitu apabila pulau dihubungkan dengan daratan oleh dua bar. Kompleks tombolo terbentuk bila beberapa pulau dipersatukan dengan yang lain dan dengan daratan oleh sederetan bars (Hallaf, 2006).
5)      Tidal Inlet dan Tidal Delta
Tidal Inlets. Kebanyakan off shore bars (spit) tidak mempunyai sifat yang bersambungan, tetapi diantarai atau diselingi oleh terusan-terusan yang dikenal sebagai “tidal inlets”. Tidal inlets ini merupakan pintu-pintu tempat keluar dan masuknya air laut antara laut bebas dengan lagoon sesuai dengan gerak pasang-surut. Jumlah dan tempat inlets atau teluk-teluk dapat memberi hubungan langsung dengan long shore currents karena arus ini adalah tetap membawa muatan material untuk membangun bars.
Dalam perkembangan lanjut (mature stage), jumlah dari inlets atau teluk-teluk lambat laun bertambah jauh dari lokasi sumber di mana arus memperoleh muatan material. Tidak hanya gelombang-gelombang yang kurang keras untuk memberi arus itu dengan muatan material yang berasal dari runtuhan, tetapi bar itu sendiri yang lebih kecil dan lebih mudah dilalui oleh gelombang dan air pasang.
Pada kebanyakan teluk, lagoon lebih mudah ditumbuhi rumput-rumput rawa. Kondisi ini terjadi karena keadaan yang sesuai dengan kadar garam yang tetap dipertahankan oleh adanya hubungan langsung dengan lautan. Lagoon-lagoon yang besar dan terpisah dari lautan (tanpa inlets), airnya tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan marine.
Tidal Deltas. Arus pasang-surut yang keluar-masuk pada tidal inlets membawa pasir masuk ke dalam lagoon dan juga pasir ke luar laut. Arus yang masuk itu kemudian mengendapkan material muatannya ke dalam lagoon di mulut inlets dan membentuk delta; dan disebut “Tidal Delta”. Hampir semua bars menahan sebuah deretan delta yang terbentuk pada sisi dari lagoon.
Bahan-bahan yang tererosi oleh gelombang laut akan diangkut dan diendapkan pada dua bagian kawasan. Sebagian diendapkan ke arah darat (coastal) ketika terjadi swash; dan sebagian lainnya lagi diangkut oleh arus balikan yaitu backwash untuk selanjutnya diteruskan oleh arus kompensasi untuk diendapkan ke bagian dasar yang lebih dalam (Hallaf, 2006).
6)      Beach Ridges
Beach ridge (punggung / bukit-bukit tepi pantai) menggambarkan kedudukan yang dicapai dari majunya garis pantai. Tekanan-tekanan atau depression yang terjadi antara bukit-bukit atau ridges dikenal sebagai Swales, Slashes or furrows. Ridges dan swales dapat terjadi pada sembarang pantai.
Ada tiga cara terbentuknya Beach Ridges ini, yaitu:
a)      Menurut Gilbert, bahan-bahan dari pasir yang dihanyutkan oleh arus dilemparkan oleh gelombang dari arah laut pada sisi-sisi dari beach. Adanya bukit-bukit itu menunjukkan adanya angin ribut yang luar biasa.
b)      Menurut Beaumont  dan Davis; materi-materi itu dihanyutkan dari dasar laut, di mana dasar laut telah diperdalam; kemudian ridges itu lebih banyak tergantung pada kekuatan dan keaktifan gelombang.
c)      Sederetan bukit-bukit dapat terbentuk pada ujung dari sebuah Compound recurved spit oleh tambahan dari spit yang berhasil berkembang ke samping – arah ke laut.
Tetapi Johnson mempertahankan bahwa Beach Ridge tidaklah selalu dapat dikorelasikan dengan individu angin badai. Beach Ridge lebih banyak berfluktuasi dalam jumlah pasir yang dibawa oleh long shore current; yang harus diperiksa adalah ada tidaknya erosi gelombang pada tempat-tempat yang lain. Di mana terdapat persediaan materi yang berlimpah, beach ridge dapat bertambah dengan cepat, terutama pada ujung Recurved spit. Dalam 23 tahun, ada 5 (lima) ridges terbentuk pada ujung dari Rockway Beach, dekat New York City. Ujung spit bertambah kurang lebih 200 kaki dalam setahun (Hallaf, 2006).

c. Faktor-Faktor Abrasi dan Sedimentasi
Peristiwa akresi dan abrasi dapat terjadi karena adanya variasi kondisi oseanografi. Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin. Fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. Wilayah pantai memiliki dinamika perairan yang kompleks.  Proses-proses utama yang sering terjadi meliputi sirkulasi massa air, percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan erosi, dan upwelling.  Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara berbagai komponen seperti daratan, laut, dan atmosfir (Putinella, 2002). Adapun komponen-komponen tersebut antara lain seperti pasang surut, gelombang, arus, angin, struktur geologi pantai, kemiringan dan arah garis pantai.
1)   Pasang Surut
Pengaruh gaya tarik bulan dan matahari mengakibatkan air laut di sepanjang pantai menjadi naik (air pasang) pada saat bersamaan di sepanjang pantai bagian bumi yang lainnya mengalami penurunan muka air laut (air surut). Gaya tarik bulan terhadap timbulnya gelombang pasang besarnya 2,5 kali lebih kuat dari pada gaya tarik matahari karena posisi bulan jauh lebih dekat dibandingkan dengan matahari. Ketinggian maksimum gelombang pasang terjadi di daerah khatulistiwa beriklim tropis dan daerah sub tropis. (Mulyo, 2004).
Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Gaya sentrifugal adalah suatu gaya yang didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan tenaga yang ditarik ke permukaan bumi.
Gaya gravitasi juga mempengaruhi terjadinya pasang walaupun tenaga yang ditimbulkan terhadap lautan hanya sekitar 47% dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya gravitasi bulan. Selain itu faktor-faktor setempat seperti bentuk dasar lautan dan massa daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat berakibat luas terhadap sifat-sifat pasang (Hutabarat dan Evans, 1985).
Ketika kedudukan matahari, bumi, bulan satu garis lurus (sudut 00). Gaya tarik gabungan antara matahari dan bulan menghasilkan air pasang yang lebih besar. Pasang yang terjadi pada saat itu biasa disebut pasang purnama atau pasang tinggi yang dinamakan spiring tide. Pada waktu bulan seperempat dan tiga perempat, matahari dan bulan membentuk sudut 900, sehingga gaya tarik keduanya saling melemah. Pasang yang terjadi pada saat itu adalah pasang kecil atau pasang perbani yang dinamakan neap tide. (Rosmini, 2006).
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dibedakan dalam empat tipe:
a)         Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat di selat Malaka sampai laut Andaman.
b)        Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi diperairkan selat Karimata.
c)         Pasang surut campuran condong ke hari ganda (mixed tide prevailing semidiurnal), yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia Timur.
d)        Pasang surut campuran condong ke hari tunggal (mixed tide prevailing diurnal), dimana pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat di selat Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan sedimentasi. Wilayah pantai yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau pasut surut tipe campuran condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda dengan wilayah pantai yang hanya mengalami pasang surut harian tunggal, dimana wilayah yang memiliki pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke ganda mengalami proses transportasi sedimen yang lebih dinamis jika dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal.
Selain tipe pasang surut, perbedaan lama waktu antara pasang dan surut juga mempengaruhi peristiwa abrasi sedimentasi. Kawasan pantai yang mengalami proses pasang yang cenderung lebih lama dari waktu surut, akan berakibat memberikan peluang waktu yang lebih banyak bagi gelombang untuk mengabrasi wilayah daratan.
2)   Gelombang
Gelombang laut adalah gerakan melingkar molekul-molekul air yang tampak sebagai gerakan naik turun. Gelombang laut disebabkan oleh angin yang berhembus pada permukaan laut yang mendesak air laut.
Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar dalam pembentukan pantai, baik pantai abrasi maupun pantai sedimentasi. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (abrasi laut). Daya penghancur ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai, bentuk pantai, terdapat  atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya.
Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk karena adanya proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat tertentu disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energi tersebut kemudian dilepaskannya ke pantai dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan kilometer sebelum mencapai suatu pantai. Gelombang yang mendekati pantai akan mengalami pembiasan (refraction), dan akan memusat (covergence) jika mendekati semenanjung, dan akan menyebar (divergence) jika menemui cekungan. Di samping itu gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami spilling, plunging atau surging. Semua fenomena yang dialami gelombang tersebut pada hakekatnya disebabkan oleh topografi dasar lautnya (sea bottom topography). (Dahuri, 1996).
Tipe gelombang spilling terjadi jika gelombang yang memiliki kemiringan kecil menuju pantai yang datar. Pada jarak yang jauh dari pantai, gelombang tersebut mulai pecah secara berangsur-angsur menghasilkan buih pada pada puncak gelombang dan meninggalkan suatu lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang.
Tipe gelombang plunging terjadi jika kemiringan gelombang dan dasar bertambah. Gelombang yang pecah dengan puncak gelombangnya akan terjun ke depan dan energinya dihancurkan dalam turbulensi yang mana sebagian kecil akan dipantulkan pantai ke laut dan tidak banyak gelombang baru yang terjadi pada air yang lebih dangkal.
Tipe gelombang pecah surging terjadi pada pantai yang memiliki kemiringan yang sangat besar, seperti pada pantai berkarang. Tipe ini memiliki daerah gelombang pecah yang sangat sempit dibandingkan dengan dua tipe lainnya dan sebagian besar energi yang dimiliki dipantulkan kembali ke laut dalam dan sebelum puncak gelombang terjun ke depan, dasar gelombangnya sudah pecah (Hutabarat dan Evans, 1985).
3)   Arus
Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horisontal massa air. Sistem-sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang berbeda satu sama lain, mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-masing daerah ini angin secara terus menerus bertiup dengan arah yang tidak berubah-ubah (Nybakken, 1988 dalam Putinella, 2002).
Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus laut, terutama yang mengalir sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, dapat pula terjadi karena ombak yang membentur pantai secara miring. Berbeda dengan peran ombak yang mengangkut sedimen tegak lurus terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang mengapung maupun yang terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi spit, tombolo, beach ridge atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul pantai menunjukkan hasil kerja arus laut.
Pola arus pantai ditentukan  terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik. Jika sudut datang relatif kecil atau sama dengan nol (gelombang yang datang sejajar dengan pantai), maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai di samping terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara kedua jenis arus pantai ini, arus menyusur pantailah yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai (Dahuri, 1996).
Selain faktor angin, arus juga dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
a)         Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus ekuator counter di sisi yang keempat. Batas-batas ini menghasilkan sistem aliran yaitu hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam suatu bentuk bulatan. Dari sinilah terbentuk gyre (arus berputar) (Hutabarat dan Evans, 1984).
b)        Efek Coriolis atau gaya Coriolis. Gaya Coriolis adalah gaya semu yang ditimbulkan akibat efek dua gaya gerakan. Yaitu gerakan rotasi bumi dan gerakan benda relatif terhadap permukaan bumi. Gaya ini menyebabkan terjadinya perpindahan zat cair di belahan bumi utara di belokkan ke kanan dan di belahan bumi selatan dibelokkan ke kiri (Kanginan, 1999)
c)         Spiral Ekman atau perpindahan Ekman oleh V. walfrid Ekman, seorang ahli dari Swedia, pada tahun 1982 menunjukkan secara matematis bahwa di bawah kondisi samudra yang ideal akan menghasilkan sebuah pengurangan kecepatan arus sistematis dan sebuah perubahan pada arahnya dalam meningkatkan kedalaman (Rosmini, 2006).
Selain ketiga faktor di atas, gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda. Perbedaan itu timbul terutama disebabkan oleh salinitas dan suhu (Hutabarat dan Evans, 1984).
4)   Angin
Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang berbeda di permukaan bumi. Keadaan ini mengakibatkan naiknya sejumlah besar massa udara yang ditandai dengan timbulnya sifat khusus yaitu terdapatnya tekanan udara yang tinggi dan rendah. Sebagai contoh, massa udara yang bertekanan tinggi dibentuk di atas daerah-daerah kutub, sedangkan massa udara yang bertekanan rendah yang kering dan panas terkumpul di daerah subtropik. Massa udara ini tidak tetap tinggal pada tempat di mana mereka ini dibentuk, tetapi begitu mereka melewati daerah daratan mereka akan tersesat oleh aliran angin yang ditimbulkan dengan adanya perubahan dan variasi iklim setempat. Massa udara yang bertekanan tinggi ini dikenal sebagai anti-cyclones ; udara yang beredar di dalamnya berputar ke arah lawan jarum jam (anti-clockwise) pada bagian belahan bumi sebelah Selatan, sedangkan di belahan bumi sebelah Utara mereka berputar ke arah jarum jam (clockwise). Massa udara yang bertekanan rendah dinamakan cyclones. Gerakan massa udara di dalamnya bergerak ke arah jarum jam di belahan bumi Selatan dan ke arah lawan jarum jam di belahan bumi Utara.
Gelombang yang terjadi di laut disebabkan oleh hembusan angin (Nontji, 1999). Faktor yang mempengaruhi bentuk/besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin adalah: kecepatan angin, lamanya angin bertiup, kedalaman laut, dan luasnya perairan, serta fetch (F) yaitu jarak antara terjadinya angin sampai lokasi gelombang tersebut.
5)   Sedimen Pantai
Sedimen pantai adalah partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batuan-batuan dari daratan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa-sisa rangka-rangka organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran partikel-partikel ini sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat pada berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lain. Misalnya sebagian besar dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikel yang berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus. Sedangkan hampir semua pantai ditutupi oleh partikel berukuran besar yang terdiri dari sedimen kasar.
Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah (Putinella, 2002).
Ada beberapa klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butirnya, yaitu:

Keterangan
Ukuran (mm)
Boulders (batu kasar)
Gravel (kerikil)
Very course sand (pasir sangat kasar)
Course sand (pasir kasar)
Medium sand (pasir setengah kasar)
Fine sand (pasir halus)
Very fine sand (pasir sangat halus)
Silt (lanau, lumpur)
Clay (lempung)
> 265
2 – 265
1 – 2
0,5 – 1
0,25 – 0,5
0,125 – 0,25
0,0625 – 0,125
0,0039 – 0,0625
< 0,0039

Berdasarkan asalnya sedimen dapat dibagi menjadi tiga bagian:
a)    Sedimen lithogeneus, jenis sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di daratan, yang diangkut ke laut oleh sungai-sungai.
b)   Sedimen biogenus, jenis sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme hidup yang membentuk endapan partikel-partikel halus yang dinamakan ooze yang biasanya diendapkan pada daerah yang jauh dari pantai. Sedimen ini digolongkan ke dalam dua tipe yaitu calcareous dan siliceous.
c) Sedimen hidrogeneus. Jenis partikel dari sedimen golongan ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. (Hutabarat dan Evans, 1984).
6)   Kemiringan dan Arah Garis Pantai
Pantai bisa terbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pantai lumpur mempunyai kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil bisa mencapai 1:4. Pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai di mana banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan gelombang relatif kecil (Triatmodjo, 1999).
Arah garis pantai dapat mempengaruhi energi gelombang dan kecepatan arus susur pantai. Ketika arah datang gelombang tegak lurus dengan arah garis pantai, maka energi gelombang yang bekerja dapat lebih maksimal dalam melakukan proses abrasi. Sedangkan untuk arus susur pantai, kecepatannya akan melemah ketika arah datangnya hampir tegak lurus dengan arah garis pantai. BAB III
METODE PRAKTIKUM



Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek
Kegiatan prakek lapangan Geologi Tata Lingkungan ini dilaksanakan di Kabupaten Maros pada hari sabtu-minggu tanggal 09 s.d 10 Mei 2015.
Alat Dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan di lapangan adalah :
Layang-layang arus
Mistar bak
Roll Meter
Kompas
Tali raffia
Botol pelampung
Curran meter
Selang
Pisau / Cutter
Peta Kabupaten Maros
Kantong sampel
Kertas label
Bor tanah
GPS
Ring sampel
Stopwatch
Alat tulis menulis
Alat dan bahan yang digunakan di Laboratorium
Ring sampel/Cooper ring
Bak perendaman
Alat penetap permeabilitas
Ember
Botol semprot
Larutan KCl 1 N
Larutan Calgon
Larutan  H2O2
Aquades
Oven pengering
Timbangan digital
Gelas ukur
Gels piala
Sifnet
Kantong  plastik
Botol pembuang
Pipet ukur 10 ml
Cawan
Penggaris
Sampel tanah
Air
Sifnet 0.075 mm
Eksikator

Teknik Pengambilan Data
Teknik Pengambilan Data di Lapangan
Pengambilan data gelombang :
Menentukan stasiun data gelombang dengan mengacuh pada keterwakilan lokasi praktek (refresentatif) dan mencatat tiap titik lokasi.
Melakukan pengukuran gelombang pada lokasi yang telah ditentukan (gelombang sebelum pecah) meliputi : tinggi gelombang, waktu pengukuran, lama pengukuran, arah dating dan arah garis pantai dari gelombang.
Untuk pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan cara mengukur tinggi muka air saat puncak dan saat lembah dengan menggunakan tiang gelombang (tiang skala). Selisih puncak dengan lembah merupakan tinggi gelombang. Jumlah pengukuran puncak dan lembah yaitu 30 kali (puncak dan lembah) dan waktunya disesuaikan sampai mencapai 30 kali (puncak dan lembah).
Pengambilan data arus :
Mencatat posisi dan melakukan pengukuran arah dan kecepatan arus .
Untuk pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan layang-layang arus, yaitu dengan menetapkan jarak tempuh layang-layang arus (5 meter) kemudian mengukur waktu tempuh layang-layang arus tersebut. Arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas dengan mensut arah pergerakan layang-layang arus.
Pengambilan sampel tanah dengan teknik pengeboran :
Menentukan lokasi yang representatif untuk pengamatan horizon kemudian mencatat posisinya.
Mengukur kemiringannya dengan menggunakan Abney Level/ Klinometer.
Mengukur ketinggian lokasi dari permukaan laut (elevasi).
Membersihkan vegetasi yang terdapat di permukaan tanah dengan menggunakan cangkul.
Memulai pengeboran dengan memasukkannya ke dalam tanah secara vertical pada satu titik dan mengangkatnya pada saat bor tersebut penuh. kemudian tanah hasil galian di susun sesuai urutanya.
Meletakkan tanah hasil pengeboran secara horisontal ( berasal dari bentuk vertikal ) sesuai dengan urutannya agar lebih mudah untuk diamati horisonnya.
Mengukur panjang tanah hasil pengeboran dan kedalaman titik yang di bor (hasilnya harus sama).  
Menentukan jenis horizon berdasarkan hasil pengamatan.
Memberikan label pada masing-masing horizon yang ada.
Mengambil gambar tanah yang telah diberi label secara utuh.
Mengambil sampel tanah setiap horizon, kemudian dimasukkan ke dalam kantong sampel dan diberi label.
Cara pengambilan sampel :
Menggunakan Ring sampel
Membersihkan bagian permukaan tanah
Mengambil ring sampel dan meletakkannya di atas permukaan tanah yang rata dengan bagian yang tajam bagian bawah untuk memudahkan ring sampel masuk ke dalam tanah.
Menekan ring sampel hingga tak benar-benar masuk ke dalam tanah.
Menggali secara pelan-pelan untuk mengambil ring sampel.
Meratakan ring sampel dengan cutter.
Memasukkan ring sampel pada kantong sampel dan memberi label.
Mengambil secara langsung
Mengambil tiap-tiap sampel pada tiap-tiap horizon.
Tiap sampel dimasukkan ke dalam kantong sampel lalu memberi label sesuai dengan nama horizonnya.
Cara pengukuran kemiringan aliran :
Siapakan selang bening.
Masukkan air pada selang tersebut, pastikan air pada selang tidak terdapat gelembung udara.
Bentangkan selang sesuai dengan arah arus.
Ukur masing-masing permukaan air pada selang menggunakan mistar

Teknik Pengambilan Data di Laboratorium
Percobaan permeabilitas
Menyiapkan tanah asli yang berbeda dalam ring sampel, dimana tanah tersebut masih utuh.
Contoh tanah dalam ring sampel direndam sampai semua pori-pori tanah terisi oleh air, selama 24 jam.
Setelah perendaman selesai. Contoh tanah tersebut dipindahkan ke alat penetapan permeabilitas, lalu mengalirkan air dari kran kealat tersebut.
Kemudian menghitung volume air yang melewati tanah dan keluar di tiap-tiap tabung yang berisi ring sampel dalam waktu tertentu.
Mengukur air yang keluar dari alat pengukur atau air yang tertampung pada gelas ukur dalam interval 20 menit .
Mengukur tinggi permukaan air dari dasar air pada ring sampel, pada tiap-tiap tabung.
Menghitung semua diameter tiap sampel.
Pengukuran volume air dilakukan sebanyak 3 kali.
Tekstur
Siapkan alat-alat dan bahan terlebih dahulu.
Pastikan tanah dalam keadaan kering sehingga tidak mengandung air.
Timbang cawan kosong sebanyak jumlah sample.
Haluskan sample dengan cara ditumbuk
Saring sample dengan menggunakan shifnet 2 mm
Sample yang sudah halus ditimbang sebanyak 20 gr tiap samplenya.
Bersihkan/cuci gelas piala, pipet tetes, gelas ukur, penutup dengan aquades.
Tuangkan/masukkan aquades kegelas ukur sebanyak 35 ml (sampel batas  cekung)
Tuangkan/masukkan H2O2 kegelas ukur sebanyak 15 ml (sampel batas cekung).
Masukkan sample yang sudah ditimbang (20 gr)  kedalam gelas piala, kemudian campur dengan larutan aquades dan H2O2  yang sudah diukur kedalam gelas piala.
Goyang-goyang gelas piala hingga semua bahan tercampur dan bereaksi
Tutup gelas piala dengan penutup kaca/kantongan plastik yang sudah di bersihkan dengan aquades
Ulangi sebanyak jumlah sample dengan perlakuan yang sama.
Kemudian diamkan selama 24 jam.
Tambahkan larutan HCl 2M sebanyak 50 ml.
Tambahkan larutan aquades sebanyak  250 ml dan kocok hingga merata dan diamkan selama sehari.
Selanjutnya buang air hingga hanya sediment yang tersisa
Ukur larutan Calgon sebanyak 20 ml kemudian campur dengan sediment tutup dan diamkan selama 24 jam.
Panaskan cawan menggunakan oven untuk mengsterilkan cawan
Dinginkan cawan yang telah dipanaskan menggunakan eksikator.
Cawan yang telah di dinginkan lalu di timbang datanya sebagai berat awal cawan.
 Sampel tadi yang telah di endapkan, lalu di aduk kemudian di saring menggunakan sifnet 0.075 mm. sambil menyaring kita dapat membersihkan sampel yang di saring menggunakan air/aquades sampai bersih.
Sampel hasil saringan akan digunakan sebagai sampel lempung dan sampel yang tersisa di sifnet di gunakan sebagai sampel Pasir lalu di simpan di cawan dengan label sampel hasil saringan.
Sampel yang akan di gunakan sebagai sampel lempung di masukkan kedalam gelas ukur 1000ml yang telah di campur air sebanyak 1000ml.
Sampel yang di gelas ukur di gocok hingga sampelnya menjadi homogen.
Sampel yang telah di gocok di diamkan selama 10 detik lalu di ambil sebanyak 25ml menggunakan pipet pastikan saat pengambilan sampel menggunakan pipet, jarak antara ujung pipet dengan permukaan air sampel yaitu 15 cm.
Sampel yang telah diambil menggunakan pipet di simpan di cawan yang berlabel sampel pipet 1 yang akan di gunakan sebagai sampel lempung.
Sisa sampel pada gelas ukur di endapkan selama 6 jam.
Setelah 6 jam ambil sampel menggunakan pipet sebanyak 25ml pastikan saat pengambilan sampel menggunakan pipet, jarak antara ujung pipet dengan permukaan air sampel yaitu 15 cm.
Sampel yang telah diambil di masukkan kedalam cawan yang berlabel sampel pipet 2 sebagai sampel debu.
Ketiga sampel tersebut di masukkan kedalam oven pengering selama 24 jam.
Setelah 24 jam sampel tadi diukur beratnya menggunakan timbangan digital.hasilnya akan di kurangkan dengan berat cawan masing sebagai berat sampel.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Data Lapangan
Arah datang angin : 90o
Arah datang garis pantai : 200o
Arah Arus : 192o
Kecepatan angin :
Dik: t: 2,31 menit = 1,51 s
         s: 3 m
Dit: v…?
Penyelesaian:
v= s/t
v= 3/1,51
  = 0.01m/s
A. Data gelombang:
Arah datang gelombang : 260o
Tinggi air dari permukaan (h): 144m
Waktu (t) : 1’ 30”
Tabel data gelombang

No Puncak Lembah Tinggi gelombang  
1 147 145 146  
2 148 146 147  
3 148 146 147  
4 145 145 145  
5 147 144 145.5  
6 148 145 146.5  
7 146 145 145.5  
8 148 144 146  
9 146 145 145.5  
10 146 145 145.5  
11 148 146 147  
12 149 145 147  
13 148 146 147  
14 147 145 146  
15 147 145 146  
16 145 144 144.5  
17 147 146 146.5  
18 148 147 147.5  
19 147 144 145.5  
20 148 146 147  
21 147 144 145.5  
22 148 144 146  
23 147 146 146.5  
24 147 145 146  
25 148 144 146  
26 147 145 146  
27 148 145 146.5  
28 147 143 145  
29 148 144 146  
30 147 147 147  
Rata-rata tinggi gelombang 146.13

B. Horizon Tanah
Simbang
Koordinat : 5o 00’ 58,3” LS- 119o 36’ 13.7” BT
Horizon A : 30 cm
Horizon B : 31 cm-100 cm
Bantimurung
Koordinat : 5o 00’ 49,2” LS- 119o 36’ 15,3” BT
Horizon A : 36 cm
Horizon B : 50-1,1 m
Maros Baru
Koordinat : 5o 00’ 36,2” LS- 119o 32’ 23.5” BT
Horizon A : 92 cm
Horizon B1 : 55 cm
Horizon B2 :  63 cm
Turikale
Koordinat : 5o 00’ 58,3” LS- 119o 36’ 13.7” BT
Horizon A : 116 cm
Horizon B : 40 cm
Lau
Koordinat : 5o 00’ 58,3” LS- 119o 36’ 13.7” BT
Horizon A : 25 cm
Horizon B : 35 cm

C. Data penampang
Gambar 1 penampang sungai Maros

Data penampang basah
Gambar 2 penampang basah sungai maros

L = ½  (a * t)
= ½  (3* 4.20)
= ½ (12.6)
= 6.3 m2
L = p * l
= 36.2 * 4.20
  =  152.04 m2
L = p * l
= 36.2 * 3
=  108.6 m2
L = ½  (a * t)
    = ½  (3 * 3)
  = 4.5 m2
L = ½  (a * t)
    = ½  (36.2*15.4)
  = 278.74 m2
L = ½  (a * t)
  = ½  (36.2*16.6)
  = 300.46 m2
L Total (A) = 6.3 m2+152.04 m2+108.6 m2+4.5 m2+278.74 m2+300.46 m2
= 850.64 m2

Data kemiringan aliran
Gambar 2 kemiringan aliran sungai

Tabel.  Kecepatan aliran
Arah arus : 250o

No Jarak (m) Waktu (s)  
1 11,30 53”  
1’6”  
2 11,30 1’7”  
1’7”  
3 11,30 51”  
5,8”

Data Laboratorium

Titik lokasi t 1 t 2 t 3 Q 1 Q 2 Q 3 h 1 h 2 h 3 l A  
  Menit ml cm cm cm2  
Simbang 20 20 20 4,9 0 0 5 5,2 5,1 4,9 18,08  
Rata-rata 60 0 5,1  
Bantimurung 20 20 20 4,9 0 25 5,3 5,4 5,4 4,9 18,08  
Rata-rata 60 8,3 5,4  
Maros baru 20 20 20 4,9 0 0 5,2 5,8 5,8 4,9 18,08  
Rata-rata 60 66,7 5,6  
Turikale 20 20 20 4,9 0 0 5 5,1 4,1 4,9 18,08  
Rata-rata 60 0 4,7  
Lau 20 20 20 4,9 0 0 4,6 4,8 4,8 4,9 18,08  
Rata-rata 60 0 4,7

Data Permeabilitas sample tanah
Rumus Permeabilitas :

Ket :
K : permeabilitas (cm/menit)
Q : banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)
t : waktu pengukuran (menit)
L : tebal contoh tanah (cm)
h : tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm)
A : Luas permukaan contoh tanah (cm2)

Lokasi Q (ml) t (jam) L (cm) h (cm) A (cm2) K (cm/jam)  
Simbang 0 1 4.9 5.1 18.08 0  
Bantimurung 8.3 1 4.9 5.4 18.08 0.42  
Maros Baru 66.7 1 4.9 5.6 18.08 3.23  
Turikale 0 1 4.9 4.7 18.08 0  
Lau 0 1 4.9 4.7 18.08 0

Data tekstur tanah


No TITIK BERAT CAWAN AWAL HASIL SARING BERAT PASIR BERAT HASIL PIPET 1 BERAT HASIL PIPET 2 HASIL PENGURANGAN  
1 Hasil saring 58,354 61,177 2,823  
  Pipet 1 55,725 56,082 0,357  
  Pipet 2 39,544 41,872 2,328  
2 Hasil saring 63,996 65,322 1,326  
  Pipet 1 39,556 39,942 0,386  
  Pipet 2 36,541 37,641 1,1  
3 Hasil saring 70,258 73,037 2,779  
  Pipet 1 37,038 37,376 0,338  
  Pipet 2 39,966 40,891 0,925  
4 Hasil saring 38,095 40,819 2,724  
  Pipet 1 40,833 40,887 0,004  
  Pipet 2 37,450 40,020 2,48  
5 Hasil saring 39,858 41,754 1,896  
  Pipet 1 38,099 38,312 0,213  
  Pipet 2 41,715 41,754 0,039

C. Pembahasan
Data Gelombang
Pengamatan gelombang secara langsung dilakukan pada sekitar pukul 10.30 WITA secara engan pola kerjasama dengan menggunakan peralatan antara lain: mistar bak 5 Meter, stopwatch yang berfungsi menghitung waktu, dan buku pencatat gelombang yang berfungsi mencatat hasil-hasil pengamatan. Pengamatan gelombang yang dilakukan yaitu mengukur tinggi gelombang dan menghitung periode gelombang.
Pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan mengamati batas puncak gelombang dan batas lembah gelombang yang melewati mistar bak yang kami letakkan di sekitar dermaga kemudian dicatat. Perhitungan periode gelombang dilakukan dengan cara ; seorang (perhitungan periode gelombang ini dilakukan sebanyak 5 kali ulangan).
Dalam melakukan setiap pengamatan, kami tidak secara sembarangan menentukan gelombang datang yang akan kami amati, akan tetapi kami menentukan gelombang berdasarkan kriteria tertentu yang di antaranya: gelombang tidak rusak terkena pengaruh dari gelombang lain (bertumbukan, belok), gelombang harus gelombang yang sempurna atau masih utuh / belum pecah, dan gelombang datang searah horizontal terhadap letak kami berdiri.
Dalam melakukan pengamatan gelombang, terdapat beberapa kendala yang terjadi, salah satunya yaitu Mistar Bak kurang sempurna berdiri vertikal disebabkan yang memegang mistar hanya duduk di tangga dan kuatnya gelombang serta arus yang menyebabkan mistar menjadi miring. Hal tersebut tentu saja mengganggu pengamatan kami dalam hal keakuratan hasil pengamatan gelombang yang kami dapatkan. Serta adanya kapal nelayan yang akan berangkat melaut. Adapun rata-rata periode gelombang yang di dapat yaitu 146.13.
Adapun dilihat dari abarasi dan sedimentasinya, dilokasi ini tergolong masih cukup kecil, mengingat daerah tersebut merupakan daerah hutan mangrove, terlebih sepanjang pantai penelitian telah di penuhi bebatuan yang dimana ini jelas memperlambat abrasi.
B. Kondisi Tanah
A. Data Lapangan
Berdasarkan hasil pengambilan data didapatkan sebagai berikut:
- kecamatan Simbang, Horizon A sepanjang 0 cm -30 cm  dan Horizon B sepanjang 31 cm-100 cm.
- Kecamatan Bantimurung,Horizon A sepanjanng 0 cm - 36 cm dan Horizon B  50-1,1 m
- Kecamatan Maros Baru, Horizon A : 0-92 cm Horizon B1 : 55 cm dan Horizon B2 :  63 cm
- Kecamatan Turikale, Horizon A : 116 cm dan Horizon B : 40 cm
- Kecamatan Lau, Horizon A : 0 - 25 cm dan Horizon B : 35 cm
Berdasarkan hasil pengamatan pada profil tanah di lapangan, terlihat adanya lapisan yang terdiri dari Horizon A dan B. Dari kedua profil tersebut pada daerah yang berbeda, lapisan-lapisan tersebut terdapat perbedaan baik segi fisik, kimia, dan biologi. Perbedaan yang tampak dari lapisan-lapisan tanah pada profil A dan B yakni, dari segi warna, ukuran, dsb. Dapat dikatakan, baik pada tanah profil A maupun pada tanah profil B yang diamati dilapangan masih dalam tahap pembentukan awal, karena faktor pembentukan berhubungan dengan peristiwa erosi dimana tanah dapat berkembang menjadi sangat tebal setelah mencapai beberapa meter jika kecepatan erosi lebih kecil daripada pelapukan batuan. Sedangkan pada hasil yang didapatkan yaitu pada profil A, di daerah Simbang, Bantimurung dan Lau, adapunn pada daerah Maros Baru dan Turikale Horizon A mencapai lebih dari 90 cm, selain karena lokasi yang berada dekat dengan sungai yang menyebabkan tanahnya berkembang sangat tebal karena proses erosi lebih besar daripada pelapukan batuan, mengingat juga kedua daerah tersebut adalah daerah rawan banjir, dan menurut responden yang sempat di wawancarai, kecamatan Maros Baru merupakan daerah paling terpengaruh Banjir Bandang.
Adapun pada Horizon B disetiap titik pengambilan sampel juga demikian, dimana pada daerah Maros Baru dan Turikale, pada saat telah mencapai Horizon B pada umumnya tanahnya berupa lempung liat.
Batas suatu horizon dalam suatu profil tanah dapat dilihat dengan nyata/jelas atau baur, baik pada lapisan profil A maupun lapisan profil B,Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kedalaman tanah pada tiap lapisan dalam proses pencucian dimana pada saat hujan, air tersebut akan mengalir turun kelapisan bawah bersama dengan mineral tanah dengan kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan adanya perbedaan horizon, ada yang baur dan ada yang nyata. (Hakim dkk, 1986)
Bentuk topografi batas lapisan pada masing-masing lapisan tanah baik pada profil A maupun pada profil B yaitu, ada yang berombak adapun yang rata, hal ini disebabkan karena pada saat pelapukan terjadi suatu pelapukan, apakah itu pelapukan secara fisik ataupun secara biologi, terjadi dalam waktu yang relative sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim, dkk (1986) bahwa bentuk topografi dari suatu tanah dipengaruhi oleh waktu pelapukan baik secara fisik, kimia, maupun biologi.
Tekstur tanah pada profil A dan profil B berbeda, karena pada profil A drainasenya baik sehingga terjadi proses pencucian yang baik pula, sedangkan pada profil B drainasenya buruk sehingga proses pencuciannya tidak berjalan dengan baik. (Pairunan, dkk 1985).
Struktur tanah profil A dan profil B pada tiap lapisan adalah kasar dan sedang.
Konsistensi tanah menunjukkan daya kohesi dan adhesi butir-butir tanah. Konsistensi tanah profil A dan tanah profil B pada lapisan satu dan lainnya adalah tanah yang plastis lekat. Hal ini disebabkan karena tanah profil A dan tanah profil B kaya akan fraksi liat, plastida dan juga kandungan liat lainnya yang cukup besar. Buckman dan Brady (1982) mengatakan bahwa daya lekat tanah bertambah besar dengan besarnya kandungan liat.
B. Data Laboratorium
A. Permeabilitas
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa Permeabilitas tanah memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas berkisar antara lambat sampai agak cepat (0,20 – 9,46 cm jam-1), sedangkan di lapisan bawah tergolong agak lambat sampai sedang (1,10 -3,62 cm jam-1) (N.Suharta dan B. H Prasetyo, 2008). Permeabilitas adalah suatu sifat khas media sarang dan sifat geometri tanah itu sendiri yang menunjukkan kemampuan tanah didalam menghantarkan zat tertentu melalui pori-porinya.
Dari hasil yang didapat pada Tabel menujukah bahwa laju permeabilitas pada sampel tanah Simbang,Turikale dan Lau berbeda dengan laju permeabilitas Bantimurung dan Maros Baru, dimana Simbang, Turikale dan Lau sebesar 0 cm/jam. Meskipun perbedaan terlihat pada tinggi air, kelima sampel tanah tersebut memiliki kriteria yang tidak sama.
Pada sampel tanah Simbang, Turikale dan Lau, laju permeabilitas lebih rendah dikarenakan pada sampel tanahnya memiliki kandungan bahan organik lebih meningkat atau lebih tersedia yang menyebabkan ukuran pori – pori tanah semakin kecil sehingga tanah memiliki kemampuan untuk menahan dan tidak meloloskan air.
Menurut Hanafiah (2007), Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut.
Pada sampel tanah Maros Baru dan Bantimurung kandungan humus tanah sudah sedikit berkurang dan partikel pasir yang berada pada sampel tanah menjadi naik sehingga laju permeabilitas meningkat. Selain kandungan humus yang semakin berkurang, dapat diasumsikan juga bahwa laju permeabilitas yang semakin meningkat juga bisa dipengaruhi oleh tekstur tanah. Dimana keadaan tekstur yang lebih berpasir dan kasar lebih cenderung meloloskan air dibandingkan dengan keadaan tekstur tanah yang tidak berpasir.
Lebih diperjelas kembali oleh Hanafiah (2007), Tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan luas permukaan adsorptive, yang semakin halus teksturnya akan makin banyak, sehingga makin besar kapasitas simpan airnya, hasilnya berupa peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah.
Di lihat dari laju permeabilitasnya, kelima tanah tersebut menunjukan laju yang berbeda-beda, akan tetapi pada kriterianya ketiga lapisan tanah tersebut memiliki kriteria yang berbeda. Angka laju permeabilitas yang berbeda-beda tidak merubah kriteria laju permeabilitas dari sampel tanah setiap kecamatan.
Menurut Suripin, (2001) permeabilitas tanah ialah sifat tanah yang menyatakan cepat lambatanya jenuh, yang dapat diukur dengan peresapan air melalui masa tanah per waktu tertentu. Laju permeabilitas di kelompokkan mejadi beberapa kriteria yaitu untuk kategori lambat (kurang dari 0.5 cm/jam), agak lambat (0.5 – 2.0 cm/jam), sedang (2.0 – 6.25 cm/jam), agak cepat ( 6.25 – 12.5 cm/jam), cepat ( lebih dari 12.5 cm/jam).
B. Tekstur Tanah

C. Penampang sungai
adapun hasil data yang kami dapatkan akan saya paparkan sebagai berikut:
Luas penampang
Dari hasil pengamatan dan pengukuran yang kami lakukan didapatkan penampang kering 197,79 m2, adapun penampang basahnya didapatkan data 1. 6.3 m2, 2. 152.04 m2 , 3. 108.6 m2  , 4. 4.5 m2 . 5.278.74 m2 6.300.46 m2 . Dengan luas total 850.64 m2 .
Dan pada sungai ini terdapat aliran konstan yang seragam pada sungai tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa sungai tersebut merupakan saluran terbuka. Hal ini tentunya sesuai dengan Anonim1 (2010), yang menyatakan bahwa saluran terbuka dianggap seragam (uniform) apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan, dan debit pada setiap tampang saluran terbuka adalah konstan.
Kecepatan Aliran
Pada pengukuran kecepatan aliran mengalami sedikit kendala dimana pada saat pengukuran, air pasang naik sehingga arah aliran mengikuti arah pasang air laut. Namun meskipun demikian didapatkan data sebagai berikut:

No Jarak (m) Waktu (s)  
1 11,30 53”  
1’6”  
2 11,30 1’7”  
1’7”  
3 11,30 51”  
5,8”

Debit aliran adalah laju aliran air yang melewati suatu penampang melintang pada sungai persatuan waktu. Fungsi dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam waktu satu detik. Cara mengetahui aliarn tersebut laminar atau turbulen yaitu dengan melihat bagaiman air tersebut mengalir apakah dia membentuk benang atau membentuk gelombang. Hal-hal yang akan mempengaruhi aliran antar lain besar kecilnya aliran dalam sungai itu dapat dilihat apakah aliran tersebut membentuk benang-benang atau membentuk gelembung yang tidak beraturan.
Praktikum yang telah kami lakukan aliran yang terjadi adalah aliran laminar dimana botol tersebut berjalan lurus tanpa naik turun di permukaan air. Selain faktor besar kecilnya debit aliran tersebut.
Selain dua faktor diatas juga dapat dipengaruhi oleh faktor alam antara lain angin yang bertiup yang akan menyebabkan daun tersebut mengalir tidak pada tengah aliran tersebut, faktor lain yang mempengaruhi adalah hujan yang menyebabkan aliran. tersebut dapat berubah dari aliran laminar menjadi turbulen serta dapat membuat gerak menjadi tidak teratur.
BAB V
PENUTUP


Kesimpulan
Dari hasil pengukuran lapangan dan analisis sampel di laboratorium, maka dapat disimpulkan:
Secara umum, besar debit aliran pada suatu penampang ditentukan oleh variable yang berhubungan dengan penampang (luas, gradient basah, dan perimeter basah) serta kecepatan aliran air (V).
Debit aliran air pada lokasi praktikum lapangan adalah sebesar 59,3542 m3/s yang di ukur dengan rumus Manning.
Pengujian sampel sedimen dibagi atas dua jenis yakni suspended sedimen (sedimen melayang) dan sedimen dasar. Jumlah sedimen melayang dari 1000 ml sampel air adalah sebesar 30gr/ml
Jumlah partikel sedimen melayang dan sedimen dasar ditentukan oleh beberapa factor, diantaranya jenis dan kecepatan aliran air, serta kemiringan aliran.
Saran
Setelah melakukan rangkaian kegiatan praktikum lapangan ini, sangat disarankan kepada mahasiswa agar mampu menguasai dan memahami hasil yang telah dicapai, agar kegiatan ini membawa hasil yang positif bagi diri mahasiswa, utamanya dalam bidang akademik
Disarankan kepada mahasiswa agar lebih serius dan teliti dalam melakukan pengukuran dan analisis laboratorium, agar data yang dihasilkan lebih valid.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim. www.scribd.com/  debit metode rasional/. Diakses Tanggal 26 Juni 2015
Suyono, Ir. Dan Kensaku takeda. 1999.Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar